SUAKAONLINE.COM – Lembaga Bantuan Hukum Bandung turut menyoroti sejumlah pasal bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Terhitung ada 19 pasal yang dianggap dapat mengancam kebebasan pers, kebebasan berekspresi, hingga kebebasan berpendapat.
Mengutip dari laman Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), 19 pasal tersebut yakni; pasal 188 tentang tindak pidana pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, pasal 218-220 mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, pasal 240 dan 241 tentang tindak pidana penghinaan pemerintah yang sah, pasal 263 dan 264 tentang tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita bohong.
Selanjutnya, pasal 280 tentang tindak pidana gangguan proses peradilan, pasal 302-304 tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan, pasal 351 dan 352 tentang tindak pidana pencemaran terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, pasal 440 tentang tindak pidana pencemaran nama baik, dan pasal 437-443 tentang tindak pidana pencemaran.
Anggota Divisi Kampanye LBH Bandung, Heri Pramono mengatakan dalam perubahan RKUHP ini bukan membaik, malah mengalami kemunduran. “Ini pasal-pasal KUHP yang dulu tuh kebanyakan dari Belanda ya, dengan kondisi koloni penjajahan. Akan tetapi ketika sekarang ada RKUHP ini, bukannya mengubah kepada hal yang lebih baik akan tetapi ini akan bisa menjadi lebih represif,” tuturnya pada Suaka, Sabtu (20/8/2022).
Ia juga menuturkan RKUHP ini dapat mengikat kebebasan berekspresi bagi publik dan membebaskan ekspresi pemerintah. “Bahwa UU ini sangat mengikis kebebasan kita untuk berpendapat dan membatasi gerak masyarakat untuk melakukan kritik dan membuat pemerintah bebas untuk melalukan apa saja,” tuturnya.
Terkait kebebasan berpendapat, ia melanjutkan adanya bias antara kritik dan penghinaan menjadi hal yang berdampak pada kebebasan warga negara untuk sekadar berpendapat. Selain itu, adanya korelasi dengan UU ITE yang dapat mempersempit ruang kebebasan berpendapat di media sosial.
“Jadi nanti ketika RKUHP ini disahkan misalkan, UU ITE pun masih tetap berlaku. Ya kita double juga ya kita diancam melalui ITE, diancam juga dengan adanya RKUHP gitu dengan adanya pasal-pasal anti demokrasinya,” ungkapnya.
Heri juga menjelaskan bahwa pemerintah saat ini kemungkinan memiliki sikap anti-kritik hingga muncul pasal yang mempersempit ruang berekspresi publik. “Menurut saya sih karena mungkin pemerintah yang punya karakteristik anti-kritik kali ya, sekarang kan banyak perebutan-perebutan ruang hidup gitu,” lanjutnya.
Heri juga menuturkan jika RKUHP disahkan publik akan merasa terancam jika berpendapat di muka umum, karena ancamannya berupa pidana “Jadi intinya UU ini sangat berdampak sekali, karena publik yang paling terdampak, tapi publik pun yang tidak diberi kesempatan untuk bisa menyuarakan terhadap apa muatan dalam RKUHP,”ujarnya
Salah satu pengurus Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB), Raja Ilham mengatakan tak hanya ruang publik saja yang direpresi, ruang kampus juga akan terdampak dan tertekan. “Kita yang di dalam kampus pun pasti bisa kena. Makin tertekan gitu. Jadi ya, amit-amit bisa-bisa gaada yang namanya pers mahasiswa. Karena ketika kita mengkritik lewat produk tulisan (dapat) dicap mencemarkan nama baik,” tegas Raja, Sabtu, (20/8/2022).
lebih dari itu, ia menungkapkan akan tetap melawan dan memperjuangkan suara masyarakat demi kebebasan berekspresinya. “Kita kan sebenernya bukan yang vocal ya, jadi kita tetep menulis aja agar isu ini tetap hidup dan masyarakat luas bisa melawan juga,” ungkap Raja.
Reporter : Alya Muhtar/Suaka dan Muhammad Fajar Nurohman/Magang
Redaktur : Yopi Muharam/Suaka