Hukum dan Kriminal

Aksi Kamisan Bandung ke- 146, Bentuk Kepedulian Musisi Bandung

Salah satu peserta menggunakan payung hitam pada Aksi Kamisan Bandung, Jum’at (23/6/2016) di depan gerbang Gedung Sate, Bandung. Payung hitam berisi tulisan Jangan Diam! Lawan! Menjadi tanda Aksi Kamisan Bandung merindukan tegaknya keadilan di Indonesia. (SUAKA/ Mohammad Aziz Pratomo)

Salah satu peserta menggunakan payung hitam pada Aksi Kamisan Bandung, Jum’at (23/6/2016) di depan gerbang Gedung Sate, Bandung. Payung hitam berisi tulisan Jangan Diam! Lawan! Menjadi tanda Aksi Kamisan Bandung merindukan tegaknya keadilan di Indonesia. (SUAKA/ Mohammad Aziz Pratomo)

SUAKAONLINE.COM, Bandung, — Sore itu puluhan orang berbaju hitam serta memakai payung sewarna memadati halaman depan gerbang Gedung Sate, Jum’at (23/6/2016). Setiap payung berisi tulisan nama tragedi dan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum terselesaikan di Indonesia.

Seperti tulisan, Tuntaskan Kasus Trisakti & Semanggi, Tuntaskan Tragedi Semanggi II 24 September 1999, dan Tuntaskan Kasus Talangsari. Payung lainnya berisi pesan, Aksi Diam Payung Hitam, Menolak Impunitas, dan Save Kamisan.

Juga poster-poster korban pelanggaran HAM terhampar disana. Ada poster penyair dan aktivis buruh Wiji Tukul yang hingga kini hilang tanpa jejak, poster wartawan Udin yang dibunuh karena berita, poster Munir pegiat HAM yang juga dibunuh dengan cara diracun, dan aktivis buruh perempuan Marsinah.

Ada yang berbeda dalam Aksi Kamisan Bandung ke-146 ini. Berkolaborasi dengan musisi indie lokal kota Bandung dan Komunitas, Aksi Kamisan kali ini tidak hanya dalam diam. Ingatan akan dibunyikan, peringatan akan digemakan. Kasus-Kasus Pelanggaran HAM semakin banyak dilakukan, dan kita tidak akan tinggal diam.

Aksi Kamisan Bandung mengajak berdiri di bawah payung hitam sembari ngabuburit bermusik akustik, berdiskusi, dan berorasi bersama untuk menebarkan benih-benih kesadaran masyarakat akan penegakan dan penyelesaian kasus HAM dengan tema Senandung Bandung, Bunyi Ingatan, Gema Peringatan.

Seniman pantomim yang juga pelopor aksi Wanggi Hoediyatno alias Wanggi Hoed mengatakan Aksi Kamisan Bandung berbeda dengan demonstrasi pada umumnya. “Bagaimana kita menyikapi dengan diam dan kita mengingat berbagai peristiwa  dengan cara kreatif jadi tidak ada unsur unjuk rasa ataupun demonstrasi,” ujar Wanggi.

Peserta Aksi Kamisan Bandung lainnya, Giovanni mengaku senang dengan Kamisan minggu ini. Menurutnya Kamisan saat ini diikuti banyak orang, yang biasanya hanya lima hingga 10 orang.  Paling banyak pun 20 orang.

“Coba bayangkan jika setiap Kamisan banyak orang seperti ini berkumpul, terus menuntut penjelasan dari pemerintah tentang kasus-kasus HAM yang belum tuntas, pasti pemerintah akan memperhatikan mau tidak mau,” ujar Giovanni.

Giovanni juga menyakangkan Indonesia sebagai negara hukum yang hukumnya ditumpulkan. “Petani mati malah disembunyikan. Kita menuntut jangan disembunyikan. Ungkapkan kebenaran! Karena ini negara hukum maka seleaikan secara hukum,” tambah Giovanni.

Tak hanya penampilan dari Wanggi Hoed, akustikan diisi oleh Teman Sebangku, Senartogok, Nada Fiksi, dan Mr. Sonjaya. sementara diskusi HAM dan Orasi bersama Ucok Homicide, Front API, LBH Bandung, dan Komune Rakapare.

Tak hanya di Bandung aksi serupa juga berjalan rutin di Jakarta. Aksu Kamisan di Jakarta sudah berlangsung sejak Kamis  18 Januari 2007 dengan tempat yang sama di depan Istana Negara. Dan Kamisan kemarin menjadi aksi ke- 448.

Baik di Jakarta maupun di Bandung, dunia maya pun ramai dengan kicauan netizen mengenai kesan aksi mereka. Seperti pada akun twitter @AksiKamisan yang dimuat ulang oleh @AksiKamisanBDG, “Kita selalu berseru soal Pancasila, dimana negara menempatkan kita para pencari Sila kelima?” dan sebuah pesan untuk presiden Joko Widodo,  “Dear Pak @jokowi, ini bukti konsistensi kami.”

Reporter: Mohammad Aziz Pratomo

Redaktur: Ridwan Alawi

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas