SUAKAONLINE.COM — Empat aktor itu handal dalam perannya. Sebagai seniman idealis dan sebagai Triad, julukan Hakim, Jaksa dan Pembela. Walau sedang bersandiwara, mereka tampak pintar menyembunyikan asli karakternya.
Berlatar galeri seniman pahat, rekomendasi gugatan soal hak cipta diperbincangkan sebagai masalah dalam teater berjudul “Penembak Jitu Sewaan Triad” karya Saini K.M pada pergelaran Milad UKM Teater Awal ke-28. Namun yang menjadi masalah utamanya ialah persoalan keadilan, di mana hukum digunakan untuk mendapatkan keuntungan.
Di bawah lampu yang monokrom, mereka duduk berhadapan. Seniman idealis Jujur Bajuri diminta Triad untuk menggugat pengusaha pabrik barang plastik Jujur Jurjana ke pengadilan karena dituding mencuri hak cipta karya-karyanya. Triad sengaja menipu Bajuri dengan memfitnah Jurjana dalam permainan liciknya.
Dalam pergelaran ini penulis naskah Saini K.M menjadikan Triad sebagai dalang antara Bajuri dan Jurjana untuk mendapatkan keuntungan. Di pengadilan, prosesnya dirancang sedemikian rupa. Triad berencana akan memenangkan Bajuri bila sedia membayar Rp. 500 juta dan 50 persen dari denda yang dibayarkan Jurjana.
Pada adegan klimaks, Jujur Bajuri dibuat geram oleh Triad karena tahu telah ditipu. Ia menjadi korban lain dari sandiwara keji Triad di pengadilan. Mengatasnamakan keadilan agar memperoleh keuntungan dan menghancurkan martabat Bajuri. Tak tanggung-tanggung kehidupannya dibuat hancur. Bila ada yang berani melawan siap-siap saja nyawa melayang.
Sebelum sidang selesai, kepada asisten kerjanya Bajul Jazuli ia mengatakan akan bunuh diri. Lantas ia memilih melawan sebagai jalannya.
“Kalian puas hidup sebagai binatang, binatang yang hina. Dan kalian tidak berharga di mataku. Saya tidak menghargai kalian lebih daripada anjing gelandangan. Makanlah kekayaan dan barang haram kalian, seperti anjing gelandangan makan kotoran,” Teriak Bajuri kepada Triad agar ditembak oleh penembak jitu sewaan Triad seperti pernah terjadi dalam kasus lain.
Sebagai antiklimaks, Saini K.M sengaja tak menghadirkan si penembak jitu itu, sehingga rencana Bajuri untuk bunuh diri pun gagal. Di akhir babak muncul sekelompok demonstran pendukung Bajuri, bukan menuntut Triad agar mengembalikan haknya, justru mengajak Bajuri menari agar tak berlarut-larut dalam masalah.
Sutradara Dani Jauharuddin menafsirkan dengan tidak adanya penembak jitu dalam skenario tersebut sebagai pertanda bahwa dengan bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah. “Penembak jitu tidak ada karena sebagai sebuah solusi, jadi kalo benar di tembak maka solusi tidak beres. Jadi harus bisa menyelesaikan solusi sendiri,” katanya usai pergelaran di Aula UIN SGD Bandung, Selasa (29/9/2015).
Sebuah Kritikan
Dani mengatakan tentang keadilan di pengadilan dan hak cipta merupakan masalah yang kontekstual saat ini. “Dalam proses persidangan pengadilan di Indonesia, orang yang punya duitlah yang akan memenangkan pengadilan,” katanya.
Menurutnya naskah tersebut sangat relevan dengan keadaan sekarang. Proses pengadilan yang bisa diatur dan hukum yang bisa dibeli. Naskah yang dimaksudkan sebagai dagelan kasar itu menggambarkan betapa sengsaranya orang tertindas yang tidak punya kekuatan hukum tapi sebenarnya ia tak bersalah. Lantas dalam pengantar pengarang mengatakan akan semakin naif dan semakin sinting cerita ini dipentaskan, semakin baik.
Reporter : Dede Lukman Hakim
Redaktur : Robby Darmawan