Kampusiana

Polemik Dibalik Gagalnya Artaste Vol.2


Band The Panturas tampil dalam acara Artaste vol. 2 yang diselenggarakan oleh jurusan Bahasa & Sastra Inggris (BSI) di Dago Tea House, Minggu (28/4/2019). (Fadhilla Rama/ SUAKA)

SUAKAONLINE.COM – Gelaran Artaste Vol.2 yang diselenggarakan pada Minggu, (28/04/2019) berujung adanya kekacauan. Sejumlah penonton melempar botol plastik ke arah panggung, beberapa bahkan memaksa menemui panitia dengan menerobos barikade besi. Protes tersebut lantaran batal tampilnya Danilla, Elephant Kind dan Barasuara dari enam penampil yang dijanjikan.

“Kecewa banget, kita udah nungguin lama udah dari jam 5 sore, pegel, laper dan ke acara ini tuh pengen liat Danilla sama Barasuara, terus taunya malah kayak gini,” ketus refalda pelajar SMA asal Parongpong yang juga hadir di acara tersebut, Minggu, (28/04/2019)

Acara yang digagas oleh sejumlah mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) UIN Bandung tersebut  berlokasi di Dago Tea House. Awalnya gelaran ini harusnya diselenggarakan di lapangan PPI Pussenif, namun rencana tersebut batal lantaran terkendala beberapa masalah oleh panitia penyelenggara.

Suaka mencoba menemui ketua pelaksana Artaste Vol.2, dengan inisial nama AA, dan berhasil mendapatkan sejumlah keterangan dari permasalahan tersebut. Terkait ikut tercatutnya nama UIN Bandung dalam berbagai komentar di sosial media, AA selaku perwakilan dari kepanitiaan gelaran tersebut berucap maaf karena hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa batalnya tampil tiga guest star dikarenakan panitia yang tidak bisa memenuhi kewajiban kepada pihak manajemen penampil.

“Ini murni kelalaian panitia yang nggak bisa memenuhi kewajbannya terhadap tiga artis tersebut, jadi kalau ada pihak yang harus disalahkan ya kami,”

“Dan waktu hari-H itu kita nggak ada niatan untuk mengurangi guest star, karena mereka sudah ada semua di backstage, cuman karena proses negosiasi dengan pihak manajemen yang alot, itu yang memberatkan mereka tampil,” sambungnya, Rabu, (01/05/2019)

Sementara itu, Menyoal pemindahan lokasi, ia mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan batalnya kerjasama dengan sponsorship yang mengakibatkan minimnya pemasukan dana. Dampaknya ialah dengan melakukan pemindahan lokasi ke tempat yang memiliki pembiayaan lebih minim, dengan pertimbangan mampu menekan biaya pengeluaran.

Meski begitu ia tidak menyangkal adanya overload penonton, karena kapasitas daya tampung Dago Tea House yang terbatas. Menurutnya tempat tersebut hanya muat untuk 2.000 penonton dengan posisi berdiri, dari hampir 2.400 penonton yang telah membeli tiket untuk acara hari itu. Dengan kapasitas tersebut sehingga kondisinya makin tidak kondusif.

AA pun menolak membeberkan alasan penghentian kerjasama panitia dengan sponsorship. Nyatanya pemutusan kerjasama dengan sponsorship yang hanya terpaut empat hari menjelang hari-H, membuat mereka kelabakan mencari pilihan lain untuk pemindahan lokasi. Padahal mereka sudah membukukan jadwal dengan pengelola Lapangan PPI Pussenif, “Kita baru ngurus izin penggunaan Dago Tea House itu H-2 acara, itu bukan waktu yang rasional buat ngurusin kayak gini,” ujarnya,

Ia juga menampik banyaknya beredar informasi yang salah terkait permasalah tersebut. Ia menolak kebenaran kabar bahwa mereka menggunakan Event Organizer (EO) dalam acara mereka, juga membantah bahwa panitia melakukan penggelapan dengan membawa kabur uang penonton. Hal tersebut disampaikannya, karena menurutnya panitia justru menanggung beban dengan masih banyaknya pembiayaan acara yang masih belum terbayarkan.

“Kita nggak pake jasa EO manapun, juga banyak tuduhan ke kita bahwa kita bawa kabur uang tapi itu nggak bener, karena nyatanya satu-satunya potential income kita itu hanya dari pembelian tiket dan itu sudah habis untuk mengurus administrasi artis dan tempat,” tambahnya.

Penonton kian meradang dan menuding bahwa panitia mencoba lepas tanggungjawab, terlebih setelah non-aktifnya akun Instagram mereka beberapa jam setelah kericuhan. Namun, menjawab spekulasi tersebut, AA melakukan pembelaan bahwa hal tersebut sengaja dilakukannya untuk menjaga identitas volunteer, yang dikhawatirkan akan timbul dampak-dampak yang tida diinginkan.

“Jadi di IG itukan ada beberapa data volunteer. Saya suruh admin buat hapus data volunteer, cuman karena situasinya saat itu kurang kondusif dan nggak bisa ngehapusin satu-satu akhirnya tutup dulu untuk sementara, bukan untuk kabur tapi untuk menyelamatkan data-data volunteer takutnya terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,” tandasnya.

Ditanya terkait kemungkinan adanya refund, AA mengatakan bahwa mereka mencoba mengusahakan hal tersebut. Namun, untuk sementara refund diprioritaskan kepada fanbase dari guest star yang batal tampil, kemudian kepada penonton yang membeli tiket On The Spot (OTS). Termasuk jika ada penonton lainnya yang merasa dirugikan pasca acara tersebut, ia menyarankan untuk menghubungi langsung kontak whatsapp yang tertera di postingan akun Instagram mereka.

Selain tuntutan pengembalian uang, panitia juga masih terlilit beban dari kontrak yang telah mereka sepakati dengan pihak manajemen guest star. AA juga menyebutkan bahwa komunikasi antara panitia dengan manajemen mereka masih intensif, terlebih masih adanya kewajiban administrasi yang harus mereka bereskan.

“Hingga saat ini yang salah satu fokus utama kami yaitu menyelesaikan berbagai kewajiban-kewajiban administrasi, karena masih ada kewajiban yang harus dipenuhi meskipun mereka (guest star) tidak jadi tampil. Selain itu sekarang kita sedang proses menyusun skala prioritas kira-kira masalah apa dulu yang harus diselesaikan,” jelasnya.

Menyikapi permasalahan yang melibatkan jurusannya tersebut, ketua HMJ BSI, Arkaanazmi A.F mengatakan bahwa, pada Senin, (29/04/2019) yang lalu telah dilakukan mediasi antara HMJ dengan Wakil Dekan tiga Fakultas Adab dan Humaniora dan Senat Fakultas perihal masalah tersebut. Bahkan bukan hanya pengurus himpunan, inisiatif untuk membantu penyelesaian masalah ini juga datang dari mahasiswa BSI yang melakukan donasi, termasuk oleh alumni dan dosen.

Meski begitu Arkaan menegaskan bahwa sebenarnya gelaran Artaste Vol. 2 bukanlah bagian dari program kerja tahunan himpunan. Namun dalam acara tersebut, HMJ hanya terlibat sebagai bagian pendukung, utamanya untuk menerbitkan legalitas acara tersebut yang sifatnya mengetahui bukan menyetujui.

“HMJ itu hanya support, karena ini juga tidak masuk program kerja HMJ. hanya saja segala bentuk mengetahuinya karena untuk acara di luar itu harus ada legalitas dari kampus, otomatis himpunan sebagai legalitas kampus mensupport, dan itu juga hanya bersifat mengethui bukan menyetujui,” jelasnya

Dampak dari masalah tersebut dirasakan panitia, pasalnya beberapa dari mereka mengalami penurunan mental bahkan telah dilakukan trauma healing. Hal tersebut mengingat saat kericuhan tersebut seluruh panitia terpaksa dievakuasi ke tempat yang aman dari penonton. Termasuk masifnya komentar negatif di akun Instagram Artaste Vol.2 yang mencapai lebih dari 3 ribu komentar ikut berdampak buruk terhadap psikis mereka.

“Karena kebanyakan dari panitia itu 2/3 nya wanita dan dari semester dua dan empat. Sementara suasana yang rusuh kemarin jadi dampak negatifnya adalah beban moral buat mereka. Makanya selain menyelesaikan masalah-masalah di luar, kita juga memperbaiki mental dari anak-anak panitianya,” ungkapnya

Reporter: Abdul Aziz Said

Redaktur: Harisul Amal

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas