Aspirasi

Rencana Pengesahan RUU Kontroversial, Bentuk Ketidakpedulian DPR

Ilustrasi: Rini Zulianti/Suaka

Oleh: Nabila Nurul Habibah*

Coronavirus disease 2019 (Covid-19) masih menjadi perbincangan hangat di seluruh belahan dunia, khususnya di Indonesia. Segala hal tentang corona, baik tentang pencegahan, perawatan, penyembuhan, sampai data korban meninggal masih ramai menghiasi dunia maya. Membuat kita sedikit lengah dengan isu-isu lain yang juga tak kalah pentingnya. Disini, penulis ingin mencoba untuk menguraikan isu pembahasan Dewn Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) ditengah pandemi covid-19 sebagai salah satu bukti ketidakpedulian terhadap masyarakat.

DPR melanjutkan pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja, juga beberapa RUU kontroversial lainnya yang sempat memantik gelombang unjuk rasa di sejumlah daerah, akhir September 2019 kemarin. Bahkan DPR berencana langsung mensahkannya. Langkah ini dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian DPR terhadap kondisi rakyat yang sedang didera kesulitan dalam aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi akibat wabah Covid-19.

Salah satu anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengingatkan, sebaiknya pembahasan RUU ditunda dulu. ”Kan, tidak enak ditengah pandemi Covid-19, rakyat kita susah, untuk makan saja susah, kok kita tetap bicara omnibus law,”. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi juga menambahkan bahwa pembahasan omnibus law itu belum tentu akan selesai pada masa persidangan DPR kali ini. ”Sepertinya kalau masa sidang saat ini, agak berat. Tetapi, kita lihat saja perkembangannya,” sebagaimana dikutip melalui Kompas (10/04/2020)

Seperti yang kita tahu masih banyak pasal kontroversial di dalam RKUHP, jadi sebaiknya DPR tidak memaksakan untuk membahas bahkan mensahkan RUU ini dalam waktu dekat. Karena perlu banyak pengkajian ulang tentang pasal-pasal di dalamnya, antara lain pasal tentang penghinaan presiden dan pemerintah, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, penggelandangan, aborsi, tindak pidana korupsi, penghinaan terhadap pengadilan, makar, tindak pidana terhadap agama, tindak pidana narkotika, dan pelanggaran HAM berat.

Selain itu, melihat polemik yang sempat timbul karena RUU ini, maka terbuka peluang adanya demonstrasi kembali ditengah pandemi corona yang seharusnya menerapkan sosial distancing. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun ikut  menolak keras sikap DPR RI yang telah menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja untuk dibahas di Baleg di tengah pandemi virus Corona. Penolakan itu akan disuarakan KSPI melalui aksi di depan DPR RI yang direncanakan pada pertengahan April 2020 yang akan melibatkan 50.000 buruh se-Jabodetabek. Aksi itu akan tetap dilakukan bahkan di tengah imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Bahkan para buruh tidak gentar dengan risiko tentang Corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya, yaitu ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi Corona dan ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena omnibus law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Baleg jika mereka tidak melakukan aksi secara langsung.

Namun disisi lain Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi menanggapi, bahwa pandemi virus corona yang terjadi di dalam negeri saat ini bukan alasan bagi DPR untuk tidak menjalankan fungsi legislasi dalam menyelesaikan Prolegnas Prioritas 2020. Jangan jadikan Covid-19 ini alasan untuk tidak bekerja. Karena nantinya akan ada protes bahwa DPR tidak produktif. Dan RUU ini akan dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) dalam waktu dekat untuk dijadwalkan di paripurna. Menurutnya, publik tidak perlu khawatir dengan proses pembahasan RUU Cipta Kerja. Karena DPR bersama pemerintah tetap akan membuka ruang aspirasi bagi masyarakat baik melalui surat ataupun virtual.

Jika kita lihat dalam 50 RUU yang disahkan dalam Prolegnas, ada RUU lain yang sekiranya lebih penting untuk dibahas dan disahkan. Yaitu RUU Sistem Kesehatan Nasional. Tentang seberapa pentingnya jaminan kesehatan terutama di tengah perjuangan melawan virus covid-19 ini. Pengertian sehat dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah sehat fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif sosial dan ekonomi. Tentang pemenuhan ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Jadi DPR tetap melakukan tugasnya tanpa mengabaikan urusan rakyat.

Banyaknya keresahan yang timbul ditengah masyarakat seharusnya menjadi urusan pertama yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Bukannya menjadikan pandemi ini sebagai urusan yang di kebelakangkan. DPR dan pemerintah  seharusnya fokus memikirkan pembenahan atas sistem kesehatan nasional, dan pengawasan penanganan Covid-19, termasuk jalannya realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Karena pembahasan RKUHP saja sudah menelan biaya hingga Rp70 miliar hingga saat ini (CNN Indonesia 4/11/2019).

Keputusan DPR untuk meneruskan pembahasan sejumlah RUU kontroversial di tengah kesulitan masyarakat menghadapi wabah Covid-19 menunjukkan bahwa lembaga perwakilan itu abai terhadap kepentingan dan urgensitas masyarakat. Mereka tidak mendengarkan segala aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Saat ini, DPR tidak nyambung dengan kesulitan yang dihadapi rakyat. Mereka tidak peka dan tidak peduli, bahkan boleh jadi mereka sengaja memasukkan agenda-agenda sebelumnya yang belum terlaksanakan dan mereka paksakan untuk bisa disahkan tanpa partisipasi publik yang memadai.

Saat ini, Indonesia membutuhkan perhatian serius dari lembaga legislatif dan eksekutif terkait pandemi Covid-19. Pembahasan RUU omnibus law dan lainnya, yang tak ada kaitannya dengan penanganan Covid-19 itu sangat tidak relevan dan bisa ditunda pembahasannya. Karena untuk saat ini bukan itu yang rakyat butuhkan. Saat ini rakyat sengsara kehidupannya, usaha dan bisnis rakyat anjlok, pendapatan menurun sehingga pemenuhan kebutuhan dasar rakyat belum ada jaminan. Rakyat juga perlu untuk tetap bekerja, belajar, dan hidup sehat. Dalam kondisi terhimpit seperti ini kenapa DPR justru malah disibukkan dengan problem legislasi yang signifikansi dan urgensinya untuk masyarakat masih dipertanyakan.

Supaya penyebaran Corona bisa dengan segera dihentikan, langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan memberikan bantuan stok sembako secara langsung untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat selama masa karantina wilayah. Untuk meminimalisir interaksi dan menjamin kesehatan masyarakat secara nasional langkah ini penting untuk segara direalisasikan. Indonesia harus bergerak cepat dalam mengatasi krisis ini agar dampak ekonomi dan sosial tidak semakin memburuk.


*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir semester 4 dan anggota magang LPM Suaka 2020.

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas