SUAKAONLINE.COM – “Teruslah wujudkan mimpi walaupun ribuan kubik air tepat berada di pelupuk mata.” Ungkapan itulah yang mencoba diperlihatkan dalam film dokumenter “Salam dari Anak-anak Tergenang” buatan Satu Lensa. Dalam film berdurasi 37 menit itu penonton diajak untuk melihat pemandangan anak-anak yang berada di area rencana penggenangan Mega Proyek Waduk Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat.
Sepulang sekolah, sambil membawa mainan kincir angin di tangan, Adaila Nazwa Azzahra bersama teman-temannya berlarian di pematang sawah. Di sebuah gubuk bambu, tawa dan canda begitu terpancar dari wajah mereka. Senja tiba, dan Dila, sapaan akrabnya, pun begegas pulang untuk mengaji.
Di sekolah Dila begitu semangat belajar. Kadang sepulang sekolah ia membantu orang tuanya untuk bertani. Selain ke sawah ia bersama-sama temannya juga sering kali bermain ke sungai-sungai di sekitar rumahnya untuk berenang.
Namun kecerian Dila tiba-tiba berubah menjadi kesedihan. Sebuah eskapator merobohkan rumah, tanah-tanah dikeruk oleh mesin itu. Lalu diperlihatkan pula dinding raksasa waduk Jati Gede yang akan membendung Sungai Cimanuk, sungai tempat bermain Dila bersama temannya. Kemudian Dila bercerita soal cita-citanya, soal tempat bermain yang akan tenggelam dengan wajah lugu bercucuran air mata.
“Alah engke teh urang teu bisa ulin ka sawah deui da engke teh jadi cai, ti ditu cai ti dieu cai. Engke mah beas ge kudu meuli jaba mahal da di kota mah euweuh sawah (Nanti kita gak bisa main ke sawah lagi, soalnya nanti bakal jadi air. Dari sana air, di sini air. Nanti juga beras harus beli dan mahal, soalnya di kota tidak ada sawah,” kata Dila.
Nasib anak-anak yang terkena dampak proyek Waduk Jati Gede dikisahkan dalam film Salam dari Anak-anak Tergenang. Sutradara film Gilang Bayu Santoso mengatakan, isu anak-anak memang menjadi fokus utama dalam film yang digarap oleh mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) itu. Alasannya, karena isu anak-anak seringkali dilupakan dalam wacana proyek Jati Gede.
“Media mainstream tidak pernah mengangkat isu anak, biasanya kan selalu soal lingkungan, sosial dan ekonomi,” ucapnya dalam Diskusi dan Screening film Salam dari Anak-anak Tergenang di Student Center UIN SGD Bandung belum lama ini.
Proses penggarapan film tersebut memakan waktu hampir satu tahun yakni dimulai dari Januari 2015 sampai November 2015. Film tersebut juga berhasil masuk nominasi film dokumentar terbaik pada Festival Film Indonesia 2015, memenangkan penghargaan Piala Maya dan baru-baru ini memenangkan film dokumen terbaik di Piala Tasik 2015.
Gilang mengatakan awalnya film tersebut digarap untuk Ujian Akhir Semester. Namun karena tidak ingin hanya sekadar memenuhi tugas, dan ingin memberikan informasi lebih, film itu mulai digarap serius. Dalam proses penggarapannya sendiri Gilang mengatakan banyak hal-hal unik dan cerita-cerita menarik.
“Misalnya susahnya mencari pemeran utama dalam film karena anak-anak itu takut kalau disorot kamera. Anak-anak SMP pada baper, dan pernah kameramen kita juga hampir jatuh dari lokasi Waduk Jati Gede,” ucap Gilang.
Sementara itu, menurut pengamat film Lili Awaludin menuturkan kekuatan film tersebut yakni terlihat dari proses penyuntingan, pemilihan angel, dan pengisi suara lagu-lagu anak. “Apalagi film itu kan yang menggarapnya mahasiswa,” kata Awang, sapaan akrab Lili Awaludin.
Dia juga begitu mengapresiasi atas drama yang ada di film itu, yakni terlihat di akhir film ketika Adaila menangis membayangkan jika nanti tempat bermainnya tenggelam oleh genangan air waduk Jati Gede. Ketika itulah emosi penonton diaduk-aduk dengan drama yang disajikan.
Gambaran anak-anak di film tersebut diambil dari tiga jenjang sekolah yakni SD, SMP, dan SMA. Karena mengangkat isu anak, kehidupan anak-anak menjadi sorotan utama di film tersebut. Adapun sebagai solusi yang diberikan dalam film tersebut yakni dijelaskan oleh seorang siswa SMA yang memaparkan harapan dan sarannya kepada pemerintah untuk memerhatikan kehidupan masyarakat setelah pindah dari tempat tinggalnya karena terkena genangan waduk Jati Gede.
Gilang mengatakan, anak-anak yang digambarkan dalam film tersebut bukan semata-mata sebagai korban dari dampak waduk Jati Gede. Melainkan pahlawan-pahlawan pembangunan di area Waduk Jati Gede di masa depan.
Reporter: Adi Permana
Redaktur: Robby Darmawan