Kolom

#SaveKomodo: Komodo dan Kawasan TNK yang Terancam

Ilustrasi: Hamzah Ansharulloh/Suaka

Oleh: Anita Dewi*

Taman Nasional Komodo (TNK) saat ini tengah menjadi sorotan publik, bagaimana tidak?  Seisi sosial media dihebohkan dengan kemunculan potret yang memperlihatkan seekor Komodo tengah menghadang sebuah truk yang mengangkut tiang pembangunan. Hal tersebut memunculkan tagar #SaveKomodo masuk dalam daftar trending topic di Twitter, dengan ribuan cuitan memenuhi tagar tersebut di sosial media Twitter.

Sekarang kita sama-sama tahu sebuah proyek besar yang dikerjakan di Taman Nasional Komodo yang sebagian wilayahnya akan dijadikan destinasi wisata kelas premium, yang disebut-sebut sebagai “Jurassic Park”. Melansir dari tribunnews.com untuk merealisasikan Jurassic Park ini, pemerintah kita kabarnya mengucurkan dana senilai Rp 69,96 miliar yang nantinya akan digunakan untuk membangun vila, hotel, restoran dan berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Lucunya pembangunan ini justru menuai kecaman publik. Pembangunan tersebut justru malah berpotensi menghadirkan ancaman besar bagi ekologi Taman Nasional Komodo, bukan hanya mengancam keberlangusngan hidup satwa endemic langka, tapi juga satwa lain serta vegetasi sebagai satu kesatuan sistem ekologi.

Pembangunan Jurassic Park Dilakukan di Kawasan Konservasi

Kritikan publik terhadap pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo cukup masuk akal. Pulau tersebut telah lama ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan tujuan melindungi satwa langka, Komodo dan ekosistem pendukung yang ada di wilayah tersebut. Hal tersebut didukung dengan adanya Pasal 4 UU No.5 Tahun 2009 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, yang menegaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.

Lebih lanjut, pada Pasal 12 UU No.5 Tahun 2009 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem menyatakan bahwa pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan alam agar tetap dalam keadaan asli.

Ditilik dari dua pasal di atas, sebagai wilayah konservasi, ada tuntutan bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjaga hewan dan tumbuhan serta ekosistem pendukung pada kawasan konservasi dalam keadaan asli. Adanya pembangunan resort mewah di Pulau Rinca, jelas mengancam TNK sebagai kawasan yang dilindungi beserta satwa Komodo.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan EkosistemKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, seperti dikutip dari tirto.id, mengklaim bahwa pembangunan ini tidak melanggar kaidah konservasi karena berada dalam zona pemanfaatan wisata.

Perlu ditegaskan kembali, UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Tentang Kepariwisataan. Dalam UU ini secara tegas mengatur tentang penetapan kawasan kepariwisataan di Indonesia. Beberapa hal mendasar yang ditegas yakni penetapan kawasan kepariwisataan mesti mengacu perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi, daya dukung dan kelestarian lingkungan hidup.

Pembangunan Mengubah Topografi Alam Kawasan TNK

Pembangunan kecil ataupun besar, tidak lucu jika dilakukan di kawasan konservasi karena sama sekali tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan ekosistem. Pembangunan justru berpotensi mengancam keasrian dan kelestarian lingkungan, selain itu juga dapat menurunkan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh polusi udara, tanah, air, dan kerusakan lahan.

Sebuah pembangunan biasanya diawali dengan pembabatan vegetasi, baik itu berupa pepohonan, rumput, atau vegetasi apapun yang menghalangi jalannya pembangunan. Akibat yang muncul adalah perubahan atau mungkin kerusakan topografi yang dapat memusnahkan sejumlah vegetasi di Kawasan TNK.

Dengan adanya pembangunan memudahkan akses jalan bagi kendaraan bermotor yang tentunya dapat menurunkan kualitas lingkungan akibat polusi udara. Hal tersebut bisa menjadi ancaman pada keasrian habitat Komodo, hal ini dibuktikan dengan tersebarnya potret Komodo yang menghadang truk pengangkut bahan bangunan. 

Keberadaan sejumlah fasilitas kemungkinan besar malah bisa mengubah struktur tanah dengan aspalisasi atau betonisasi yang dapat mengurangi komposisi resapan serta aliran air hujan yang mengakibatkan timbulnya erosi dan perubahan topografi alam.  Semakin sedikit daerah resapan, maka kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit hal itu tentu akan menurunkan kualitas kawasan di TNK.

Pembangunan vila, restoran, hotel dan fasilitas pendukung lainnya akan menambah beban limbah di Kawasan TNK. Meningkatnya penggunaan tenaga listrik, penggunaan air dan produksi sampah. Akhirya terjadi peningkatan polusi udara, suara, cahaya maupun tanah di sekitar kawasan konservasi, yang membuat kelestarian alam lingkungan makin rusak. Sedangkan Komodo sendiri hanya dapat bertahan hidup di lokasi yang memiliki ketersediaan air cukup, tempat yang aman, banyaknya pepohonan rimbun dan persediaan makanan yang melimpah.

Punahnya Komodo Akibat Perubahan Iklim

Dilansir dari gatra.com, para peneliti dari Australia menggunakan data pemantauan komodo dan statistik iklim untuk memodelkan bagaimana spesies tersebut diklasifikasikan sebagai terancam punah tetapi kemungkinan besar akan bertahan di masa depan. Sayangnya pada tahun 2050, Komodo diperkirakan akan punah di tempat mereka hidup lebih dari satu juta tahun.

Perubahan iklim diperkirakan akan mengurangi habitat komodo dengan menggeser suhu lokal dan merusak hutan tempat mereka dan mangsanya hidup. Menurut salah satu peneliti, Dr Jones, membangun cagar alam baru diperkirakan akan mempertahankan habitat Komodo di masa depan dan dapat bekerja untuk mengurangi efek perubahan iklim pada Komodo.

Apa yang dilakukan pemerintah justru mengusik keamanan Komodo dengan membangun gedung dan fasilitas lainnya.  Hal itu diperkirakan dapat menggeser suhu lokal, menurunkan kualitas lingkungan, dan mengubah habitat asli Komodo. Bagaimana bisa satwa langka yang membawa nama Indonesia ke ranah dunia justru di dzolimi oleh Ibu Pertiwi. Masihkah pemerintah menutup mata dengan kondisi yang ada?

Pemerintah berdalih, konsep ini dipakai untuk investasi di masa yang akan datang. Namun kalau caranya dengan tidak menjaga konservasi yang ada, malah akan merusak dan mengganggu keseimbangan alam komodo dengan cara betonisasi dan aspalisasi di wilayah taman nasional. Maka perlahan akan punahlah hewan langka dunia yang kini ada satu-satunya di Indonesia.

* Penulis merupakan mahasiswa jurusan Psikologi semester tiga, serta anggota LPM Suaka divisi Riset, Data dan Informasi

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas