Tabloid Suaka Edisi Maret-April 2014
Editorial
Menyoal Statement Rektor
Adalah wajib bagi setiap warga negara Indonesia untuk mendukung dan memilih siapa yang berhak menduduki kursi RI 1. Namun perlu digarisbawahi bahwa yang melakukan pendukungan dan pemilihan itu adalah warga negara sebagai individu, bukan warga negara sebagai pemegang kepemimpinan dalam suatu lembaga. Apalagi jika lembaga yang dipegangnya adalah lembaga milik negara dan status pemegang kepemimpinan terkait adalah pemegang kepemimpinan terkait adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pertanyaan semacam itu bukan tak berdasar. Dalam Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12/1999, jelas tertulis bahwa PNS haruslaah bersikap netral dan independen. Denagn kata lain, PNS tidak bisa begitu saja menyatakan di ruang publik bahwa ia mendukung calon atau partai tertentu. Sanksi yang dikenakan bukan main-main, PNS terkait bahkan bisa diberhentikakn secara tidak terhormat.
Berdasarkan hal itu, adalah wajar jika ratusan mahasiswa UIN SGD yang tergabung dalam Himpunan Aksi Mahasiswa Sunan Gunung Djati (Hamas) menggiyang rektor Kampus Hijau agar meminta maaf dan menerik pernyataannya terkait isu pencapresan Surya Dharma Ali (SDA), pada Rabu (26/3).
Setelah aksi ketiga Hamas pada Kamis (3/4), barulah rektor buka suara bahwa ini hanyalah kesalahan persepsi, bahwa apa yang disampaikannya soal SDA hanyalah doa, bukan dukungan atas nama lembaga. Alhasil, permintaan maaf dan penarikan ucapan dari Rektor pun tak rampung rektor ucapkan.
Lantas mestikah kita percaya rektor atas alibinya soal kesalahan persepsi?atau mestikah kita percaya Hamas bahwa rektor memang menjual nama lembaga ke partai politik, mencederai independensi dirinya dan menyalahgunakan jabatannya untuk keuntungan politik? Yang jelas, yang paling baik sekarang bukan mencari siapa yang salah dan menghakimi namun mengintropeksi diri agar tak menodai nama UIN Bandung yang kita cintai. [Redaksi]