Tabloid Suaka Edisi September-November 2015
Editorial
Jam Malam = Pembatas Kreatifitas
Sebuah aturan pada dasarnya dibuat untuk kebaikan. Ibarat sebuah obat ia merupakan pil pahit yang harus diminum untuk menyembuhkan penyakit di tubuh. Akan tetapi lain lagi ceritanya jika sang dokter, salah memberi resep. Pil pahit yang tadinya untuk kebaikan, justru akan menambah penderitaan.
Penderitaan itulah yang sekarang sedang dialami oleh para pegiat organisasi intra kampus di UIN SGD Bandung. Pasalnya, mereka harus berjibaku mengatur ulang jadwal kegiatan mereka di Gedung Student Center (SC) karena adanya aturan pembatasan penggunaan SC, yaitu pukul 06.00 – 18.00 atau biasa disebut sebagai jam malam.
Peraturan yang tertuang dalam keputusan rektor nomor: Un.05/ II.4/KS.00/ 58/ 2015 yang diberlakukan sejak 21 Oktober itu jelas-jelas telah mengubur ruang kreatifitas mahasiswa. Padahal, selepas maghrib biasanya sering digunakan oleh mahasiswa untuk berkegiatan produktif; rapat, diskusi, latihan dan kegiatan lainnya sesuai dengan karakter oraganisasi itu sendiri.
Pihak rektorat beralasan pemberlakuan aturan itu ditujukan karena ada dari warga yang geram dengan aktivitas mahasiswa di ruang terbuka kampus saat malam hari dan ketika waktu salat. Ekses negatif dari oknum-oknum mahasiswa yang tidak bertanggungjawab itu memang perlu dikikis habis. Kebijakan preventif yang mengarah ke sana memang sangat perlu dilakukan. Akan tetapi perlu diingat, bahwasanya jangan sampai menggerus pada ruang-ruang kreatifitas mahasiswa yang lain. Jangan sampai pula imbasnya menimpa organisasi-organisasi intra kampus yang sering melakukan kegiatan produktif di SC.
Saat ini saja, masih ada beberapa jurusan yang baru selesai kuliah sampai pukul 17.30. Walaupun kini ada toleransi enggunaan SC sampai pukul 20.30 –setelahnya pemadaman listrik- akan tetapi tetap tidaklah cukup untuk menunjang kegiatan mahasiswa di SC. Bahkan sering kali dijumpai, karena adanya pemadaman SC, mahasiswa harus rela pindah rapat di tempat lain.
Sungguh konyol rasanya jika kampus yang sejati sebagai tempat mengembangkan potensi diri, malah jadi tempat membatasi potensi itu. Tidak terbayang akan bagaimana jadinya, jika kamus ini hanya ramai oleh hiruk-pikuk mahasiswa keluar masuk kelas dari pagi sampai sore. Setelahnya adalah sunyi: tidak ada aktivitas dari mahasiswa. Padahal semua yan gmengaku akademisi pasti tahu kalau hanya mengandalkan di kelas ilmu yang didapat hanya 25% dari 100%. Sisinya tidak lain didapat dari luar kelas. Sementara kampus ingin menghasilkan sarjana yang berkualitas dan bersaing dengan kampus lain?
Tentu kita tidak berharap kampus ini akan jadi seperti itu. Oleh karenanya pemangku kebijakan harus merumuskan ulang aturan tentang jam malam. Dengan catatan, aturan itu berdasarkan musyawarah denagn semua sivitas akademika di kampus ini. Pun jangan sampai membuat aturan sepihak yang merugikan mahasiswa, tanpa ada riset mendalam terhadap persoalan yang ada. Itu pun juka mau unggul dengan kampus lain. [Redaksi]