Tabloid Suaka News Edisi VIII 2004
Editorial
Sarjana ?
Sabtu pekan lalu kampus berlabel Islam ini telah menelorkan hampir seribu mahasiswanya. Tentunya ini merupakan angka yang lumayan besar. Memang kampus ini yang paling mudah meluluskan mahasiswanya. Cerdas mungkin mahasiswanya. Jika demikian berarti bagus dan tak masalah. Tapi, ironisnya sebagian dari mereka pada kenyatanya malah resah dan gelisah untuk berhadapan dunia nyata.
Anehnya lagi, dari sekian lulusan itu malah para pesimis untuk menghadapinya. Salah satunya menghadap i tantangan duniakerja. Institusi ini tentu berperan besar dalam mencetak mahasiswa. Mau jadi apa atau dibagaimanakan. Jelas tergantung keduanya. Sebab kita tidak bisa mendikitominya, jika ini kesalahan sistem atau human error maka perlu segera perubahan mendasar.
Selainitu, memang tak bisa kita napikan jika setalah lulus kuliah, selanjutnya adalah mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Empat tahun, lima tahun, enam tahun, atau tiga tahun bahkan lebih dari itu bukan sesuatu yang signifikan. Bergelut dengan buku atau kuliah bukan jaminan masa depan menjadi lebih baik. Sebab yang menjadikan nasibnya baik justru bergantung pada dirinya. Dalam cara berfikir dan bersikap itu persoalannya.
Ada satu yang menarik dari pernyataan mahasiswa pada saat itu, katanya bahwa “Tugas selanjutnya sebagai sarjana adalah menciptakan lapangan kerja” terlepas jenis macam apa pekerjaanya. Yang jelas tak cengeng dan bahkan banyak mengeluhnya. Bila benar seperti itu, apa bedanya dengan lulusan sekolah umum atau SMP atau bahkan SD sekalipun.
Untuk itu, pertanyaanya adalah sebarapa jauh institusi ini mencetak calon sarjananya, unggul danpilihan. Lalu bagaimana bisa dalam menghadapi tantangan kedepan bila tak ada keinginan untuk meresponnya. Caranya tentu bukan sekedar mengumbar janji semata.
Seberapa jauh juga mereka mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan dunia yang sebenarnya. Bila mereka siap tak masalah. Tetapi jika tidak, apa yang akan terjadi. Hal ini tentunya merupakan persoalan yang disepelekan. Sebab ini menyangkut nama “baik”. Sebenarnya apa yang tengah terjadi dengan semua ini ?
Orang yang telah menyandang predikat sarjana sepatutnya mawas diri dan bisa amanat. Sebab hal itu hanyalah simbol kehidupan semata. Tak ada artinya jika hanya membangga – banggakannya. Kalau anak kecil, memang masih wajar bila ia sarjana ? layaknya mereka menyandang gelar sarjana, mau tau jawabanya tanya saja pada kampusnya sendiri dan dirinya?
Persoalan lainnya adalah apa yang dilakukan selama ia kuliah ? main, bersenang – senang, belajar, berorganisasi, pacaran atau yang lainnya. Lalu seperti apa sistem yang diterapkan institusi dalam mengantarkan mahasiswanya. Hari semakin hari angka pengangguran semakin meningkat sekalipun sarjana, padahal produktif. Lebih herannya lagi bila sarjana tak punya harapan apalagi cita – cita. Memang sungguh memprihatinkan. Kenapa ini bisa terjadi?
Di edisi Suaka News kali ini , kami mencoba menyuguhkan laporan mengenai hal itu, setidaknya dapat dijadikan cermin. Terakhir, jadikan pelajaran berharga apa yang akan terjadi dibalik lulusnya menjadi sarjana. Sarjana, memang bukanlah segala–galanya. Di samping itu pun ada beberapa laporan lain dari rubrik tersedia. Untuk itu selamat menyimak laporannya. Tak lupa kami tunggu saran dan kritiknya. [Redaksi]