Kampusiana

Terapkan Kampus Merdeka, UIN Bandung Bekerjasama dengan LSF

Dok.Pribadi

Rektor UIN SGD Bandung, Mahmud menyatakan komitmennya untuk menerapkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka mulai tahun akademik 2021-2022. Bentuk persiapan pelaksanaannya antara lain memperluas jejaring kerjasama dengan berbagai pihak.  Salah satunya dilaksanakan penandatanganan nota kesepakatan antara UIN SGD Bandung dengan Lembaga Sensor Film (LSF),  Rabu, (31/3/2021) di Grand Sahid Hotel, Jakarta.

Mahmud mengakui sangat mengapresiasi upaya kerjasama penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dalam perfilman, penyensoran dan sosialisasi budaya sensor mandiri. “Ini akan ditindaklanjuti oleh Fakultas dan program studi terkait. Di kami, banyak  dosen dan mahasiswa yang dapat menindaklanjuti hasil kesepakatan ini sebagai implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka,” tegasnya di sela-sela penandatanganan nota kesepakatan tersebut.

Mahmud menegaskan, tidak sekedar penandatanganan nota kesepakatan, ke depannya akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama yang dilakukan program studi dan realisasi berbagai kegiatan kerjasama tersebut. “Ini bagian dari upaya memastikan mutu pendidikan tinggi pula. Bagian dari tagihan akreditasi yang harus dipenuhi. Juga tagihan kinerja secara umum kami sebagai institusi. Jadi agenda ini sangat penting dan bermanfaat bagi semua sivitas akademika,” tegasnya.

Kerjasama tersebut bagi UIN SGD Bandung merupakan peluang emas dan pihaknya siap menindaklanjuti. “Kami sangat senang, terbantu sekali. Ini kesempatan baik sebagai bagian dari memberikan perluasan pengalaman belajar bagi mahasiswa dan pengembangan riset bagi dosen. Bagi kami tentu bagian dari komitmen memberikan layanan terbaik bagi mahasiswa. Mahasiswa bisa magang dan yang lainnya, tentu ini kesempatan berharga,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto mengakui sangat senang dapat bekerjasama dengan 34 perguruan tinggi untuk mendorong penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dalam perfilman, penyensoran dan sosialisasi budaya sensor mandiri. “Ada UIN Bandung, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) dan yang lainnya,” jelasnya.

Rommy menjelaskan, LSF memerlukan sinergi dengan pihak kampus, bukan hanya terkait dengan sensor, tapi juga terkait dengan dampak film bagi masyarakat. “Dampak kekerasan dalam film bagi masyarakat, kita butuh ahli psikologi, pendidikan dan yang lainnya. Ini hanya sebagai contoh saja. Karena itu kami mengajak perguruan tinggi untuk bekerjasama dalam berbagai bidang yang relevan.” Pungkasnya

Ada delapan ruang lingkup kerjasama yang dilakukan. Pertama, regulasi dan kebijakan tentang perfilman, penyensoran dan budaya sensor mandiri. Kedua, advokasi, pemantauan, dan sosialisasi tentang perfilman, penyensoran dan budaya sensor mandiri. Ketiga, penelitian dan pertukaran informasi  terkait perfilman, penyensoran dan budaya sensor mandiri. Keempat, pengabdian masyarakat di daerah pelaksanaan program desa sensor mandiri.

Selanjutnya, memperluas jejaring dan kemitraan di bidang perfilman, penyensoran dan budaya sensor mandiri. Keenam, penempatan magang bagi mahasiswa. Ketujuh, kuliah umum, seminar, workshop, webinar dan pelatihan sejenis lainnya. Dan yang terakhir, pemanfaatan sumber daya manusia serta fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki kedua belah pihak untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.  

Sumber : Humas UIN SGD Bandung

Redaktur : Fauzan Nugraha/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas