Lintas Kampus

Mengungkap Kearifan Sunda Lewat Transliterasi Naskah

Seorang peneliti melakukan transliterasi atau alih aksara naskah Jawa kuno jenis Merbabu ke bahasa Latin di Perpustakaan Nasional di Jakarta, Jumat (31/10).

Sumber foto: soloraya.com

SUAKAONLINE.COM — Kurangnya penelitian naskah-naskah atau manuskrip Sunda lama oleh para ahli budaya Sunda memang tidak menjadi rahasia lagi untuk diketahui. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah naskahnya yang sangat banyak. Padahal lewat naskah-naskah Sunda tersebut kita bisa mengetahui banyak informasi tentang kesundaan yang belum diketahui oleh masyarakatnya.

“Kandungan dalam teks Sunda lama sangat berharga dan bisa digunakan untuk mengungkap kearifan lokal masyarakatnya,” ungkap Mamat Ruhimat, salah satu pemateri di seminar “Kegiatan Transliterasi Naskah Kuno Yang Tersebar Di Masyarakat Jawa Barat”, Rabu (31/10). Acara  yang bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat tersebut bertempat di Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional, Jalan Dipatiukur No. 48.

Seminar yang dihadiri oleh 120 peserta yang terdiri dari mahasiswa, penggiat Budaya Sunda, penggiat museum dan masyarakat ini memang mengungkap banyak kearifan lokal masyarakat Sunda yang selama ini tidak diketahui. Salah satunya ialah tentang sistem pemerintahan kerajaan Sunda yang mengenal pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif jauh sebelum Trias Politica.

“Sunda mengenalkan Tri Tangtu di Buana (sistem pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,-Red) pada abad ke-16 jauh sebelum Trias Politica yang muncul pada abad ke-18,” ujar Elis Suryani, salah satu pemateri yang akan mendapatkan gelar doktor di Fakultas Ilmu Budaya dalam kajian mantra pekan depan kepada para peserta seminar.

Semua informasi yang didapat dari naskah-naskah tersebut tentunya berkat proses transliterasi atau proses penerjemahan yang dilakukan oleh para peneliti. Para peneliti diwajibkan mengerti aksara kuno sebagai modal awal proses transliterasi.

Kejeniusan Lokal

Apresiasi positif datang dari peserta seminar.  Makmun, senior dan penggiat di Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika, mengungkapkan bahwa banyak materi seminar ini yang dapat membuka wacana baru, dan menyingkap tabir budaya Sunda. Bukan hanya kearifan lokal yang diungkap, tetapi juga kejeniusan lokal.

“Selain mengungkap kearifan lokal Sunda, ternyata ada juga kejeniusan lokal Sunda yang diungkap. Contohnya, di dalam naskah Sunda lama terdapat hal tentang human rights sebelum Magna Carta, sistem politik (Tri Tangtu di Buana-red) sebelum Trias Politica, Ilmu Kedokteran, sex education, teologi dan lain-lain,” ungkapnya kepada Suaka.

Ia juga mengungkapkan bahwa kegiatan seperti ini haruslah terus dilestarikan agar masyarakat Sunda tahu dan mengerti betapa kayanya budaya yang mereka miliki.

Redaktur : Adi Permana

 

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas