SUAKAONLINE.COM, Bandung — Sebagai negara multikultural, Indonesia rentan mengalami konflik kekerasan. Biasanya, kekerasan dipicu oleh perbedaan suku, ras, terutama agama. Konflik Ambon, Kalimantan Tengah, Papua, Bali, Jawa Timur, serta Aceh, adalah sebagian kecil konflik yang sempat mengguncang Indonesia. Pembakaran rumah ibadah, pemerkosaan, bahkan pembunuhan menjadi bagian yang tak terelakan dari konflik tersebut.
Bertolak dari keprihatinan situasi hubungan antar umat beragama yang semakin mengkhawatirkan. Beberapa orang menggelar workshop untuk berbincang, berdiskusi, berbagi pengalaman antar umat beragama bulan November Tahun 2000 lalu di Pesantren Luhur Al-Wasilah, Cipanas Kabupaten Garut. Setelah digelar beberapa workshop serupa, pada 30 Juni 2001 lahirlah komunitas yang digagas sebagai forum diskusi antar umat beragama, bernama Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub).
Jakatarub berdiri sabagai wadah kerukunan umat beragama. Tidak ada dialog antar agama, tanpa dialog antar sahabat. Jakatarub adalah forum persahabatan yang tujuannya agar masing-masing belajar untuk bisa saling memahami, pada akhirnya konflik yang berlandaskan agama dapat dihindari.
“Upaya kita adalah mewujudkan cita-cita kerukunan dan kebersamaan antar pemeluk agama di negeri ini,” ujar Wawan Gunawan, koordinator sekaligus pendiri Jakatarub saat ditemui di Sekretariatnya Bilangan Cinunuk, Bandung, akhir November lalu.
Penamaan Jakatarub terinspirasi dari tokoh pendekar yang mencuri selendang bidadari. “Selain namanya pas, filosopinya yaitu harus adanya saling menintip dan saling memahami antar umat beragama, karena sekarang banyak konflik yang dipicu karena tidak ada pengenalan satu sama lain,” kata Dosen UIN SGD Bandung tersebut.
Kegiatan untuk Kerukunan
Dalam upaya kampanye kerukunan antar umat beragama, Jakatarub kerap melakukan kegiatan. Wawan menyebut ada empat program utama, diantaranya bidang teologi, wawasan kebangsaan, kebudayaan dan program media.
Dari keempat program tersebut, direalisasikan dalam berbagai kegiatan diantaranya Ngopi (Ngobrol pintar teologi), Tour Rumah Ibadah, Silaturahmi Ramadhan, Bedah Buku, Nonton Film, Kemah Pemuda Lintas Agama (Youth Interfieth Camp), Kampanye Toleransi, Workshop Jurnalisme Damai, Seminar, Pentas Seni, Penerbitan Buku Dialog 100 yang berisi kisah toleransi, dan yang terbaru adalah Gerakan Bandung Lautan Damai memperingati hari toleransi internasional awal November lalu.
“Dalam setiap kegiatan, Jakatarub selalu melibatkan banyak orang dan kerjasama dengan komunitas lain. Walaupun dengan keterbatasan dana, kita tetap jalan mengandalkan semangat . Kita tidak punya founding dari luar negeri. Sekarang kita sedang memproduksi kartu remi dengan gambar tokoh pluralisme Indonesia,” kata Wawan.
Perjalanan Jakatarub selama 13 tahun tidak selamanya mulus. Banyak pihak menganggap bahwa Jakatarub adalah forum berbahaya karena dekat dengan pluralisme.. Menurut Wawan, Sering juga ada orang yang tersinggung dengan pernyataan Jakatarub. Padahal, lanjut Wawan, Jakatarub menyajikan itu dengan fakta yang akurat dari sumber yang terpercaya.
Selanjutnya, Wawan menyatakan Jakatarub akan terus berinovasi, menggaungkan toleransi dan saling menghargai agar Indonesia terus terjaga. “Kami akan terus mengingatkan bahwa Indonesia adalah milik bersama yang dibangun atas jerih payah dan keringat bersama, bukan satu golongan atau agama tertentu,” pungkasnya.
Kini, anggota komunitas Jakatarub tersebar di seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Kristen Parahyangan, Universitas Maranata, Universitas Pendidikan Indonesia, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan beberapa kampus lainnya di Kota Bandung.
Reporter : Robby Darmawan
Redaktur : Isthiqonita