SUAKAONLINE.COM — Radikalisme dalam memahami agama muncul dari persepsi bahwa Tuhan adalah pemarah, bukan Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hal itu disampaikan pakar neurosains Taufiq Pasiak dalam Seminar Nasional ‘Perilaku Sufistik dalam Perspektif Neurosains’ yang berlangsung di Auditorium Serbaguna UIN SGD Bandung. Rabu (15/4/2015).
Senada dengan Taufiq, Jalaluddin Rakhmat yang juga hadir sebagai pemateri menganggap ada kesalahan persepsi dalam memahami Tuhan.
“Dzikir tidak bisa dengan sendirinya menentramkan hati manusia. Kalau konsep yang dianut adalah Tuhan yang pemarah, keras, dan suka menghukum, dzikirnya bisa malah memicu kemarahan,” ungkap pria yang akrab dipanggil Kang Jalal dalam sesi tanya jawab.
Seminar yang diadakan oleh mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Jurusan Tasawuf Psikoterapi tersebut juga menghadirkan pakar tasawuf, M. Nur Samad Kamba. Menurut Samad radikalisme bisa diredam dengan tasawuf, karena tasawuf memelihara kondisi emosi dan spiritual. “Langkah pertama untuk menghilangkan radikalisme adalah menerima tasawuf,” paparnya.
Menyoal isu radikalisme di Indonesia, Samad menilai, Indonesia sedang berada dalam darurat radikalisme. Menurutnya, pemikiran radikal yang berkembang membuat orang menjadi anti terhadap tasawuf. “Sifat mereka sudah resisten terhadap tasawuf,” ujarnya.
Menyikapi isu mengenai gerakan radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), Kang Jalal menilainya sebagai kesalahan memahami agama. “ISIS itu pemahaman agamanya masih dangkal. Karena sebetulnya kehadiran agama kan rahmatan lil alamiin (rahmat bagi seluruh alam, Red-),” ungkapnya.
Ia juga menyayangkan kebijakan pemerintah yang hanya memblokir situs-situs radikal. “Pemblokiran tidak cukup. Apa lagi sekarang sudah dibuka kembali. Harusnya ada tindakan hukum atas konten-konten situsnya,” pungkasnya.
Reporter : Ahmad Rijal Hadiyan
Redaktur : Robby Darmawan