Oleh Nandi Saputra
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung merupakan lembaga pendidikan tinggi yang bertugas menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian. Begitupun organisasi kemahasiswaan (Ormawa) lingkup kampus dalam setiap kerja organisasinya dituntut agar mampu menyelenggarakan Tridharma perguruan tinggi. Proses pendidikan, pengabdian dan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya selalu terikat dalam format akademik yang ditawarkan oleh kampus. Akan tetapi hal lain yang meliputi proses eksplorasi pengetahuan yang akan menunjang proses penelitian hingga pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat. Hal ini dikemas dengan bentuk kegiatan ekstrakulikuler mahasiswa.
Student Government (Pemerintahan Mahasiswa) mulai dikenal pasca reformasi. Pada dasarnya Student Goverment merupakan sebuah bagian dari proses pendidikan demokrasi terhadap mahasiswa, maka dipandang perlu untuk membentuk suatu sistem yang bercirikan Student Goverment atau pemerintahan mahasiswa yang independen (tidak terikat dengan organisasi diluar mahasiswa seperti : Parpol), berpatron dengan gerakan intelektual, moral, politik (Sebagai gerakan politik mempunyai arti menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan, baik kampus maupun negara).
Dalam kacamata Student Government, skema pendidikan dan organisasi kemahasiswaan yang berkaitan dengan tridharma perguruan tinggi dan pendidikan demokrasi dilakukan melalui perangkat pemerintahan mahasiswa. Adanya keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam mengelola dan menata struktur pemerintahan mahasiswa serta pro aktif sebagai masyarakat kampus yang memliki kedaulatan tertinggi atas pemerintahan mahasiswa, organisasi kemahasiswaan tingkat manapun itu sangat penting keberadaannya. Selain sebagai lembaga yang mewadahi dan mengembangkan kemampuan mahasiswa di wilayah akademik dan non akademik, tapi juga sebagai alat perjuangan mahasiswa terhadap hak akademik mahasiswa. Karena nantinya lembaga pemerintahan mahasiswa adalah lembaga yang terkoneksi dengan struktur birokrasi kampus hingga birokrasi negara dalam rangka melakukan proses kontrol mahasiswa dan juga sebagai wujud aktualisasi tridharma perguruan tinggi.
Seiring berjalannya waktu, maka ada proses dinamisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan mahasiswa seiring kemajuan teori sosial dan teori negara yang berkembang. Hingga pada akhirnya kita mengenal POKI 2016 sebagai pedoman organisasi kemahasiswaan intra dilingkup kampus dengan tujuan adanya pola pengelolaan yang baik dan optimal, sistematis dan dapat memenuhi berbagai dinamika, tuntutan dan kebutuhan mahasiswa. Dalam rumusan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementrian Agama Republik Indonesia Nomor : 1741 Tahun 2013 tentang pedoman umum organisasi kemahasiswaan perguruan tinggi agama islam membagi strukur organisasi kemahasiswaan menjadi dua lembaga yaitu lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dari tingkat universitas hingga fakultas dan lembaga eksekutif dalam lingkup jurusan.
SEMA-U yang mulai ramai diperbincangkan dikalangan mahasiswa UIN SGD Bandung merupakan lembaga legislatif mahasiswa tingkat universitas yang memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dan memiliki peran legislasi serta memperjuangkan hak-hak akademik mahasiswa. Sekelumit persoalan kemahasiswaan seperti yang banyak dikampanyekan oleh kelompok mahasiswa tertentu baik dari persoalan pembenahan infrastruktur yang menunjang pendidikan, transparasi beasiswa mahasiswa, kebutuhan pengadaan ruang publik sebagai ruang kratifitas mahasiswa, UKT/BKT, Naiknya biaya UKT, klasifikasi UKT yang tidak akurat, dan hal-hal yang bersentuhan dengan kebutuhan akademik mahasiswa. Ini seharusnya menjadi tugas pokok lembaga legislatif mahasiswa untuk mengkoneksikan dan memperjuangkannya kepada birokrasi kampus.
Namun sangat disayangkan minimnya kesadaran mahasiswa terhadap pemberdayaan organisasi kemahasiswaan dari tingkat universitas hingga jurusan, berdampak terhadap ketidak tegasan Wakil Rektor III maupun seluruh Wakil Dekan III dilingkup kampus UIN SGD Bandung dalam mendorong kehadiran lembaga kemahasiswaan, hal ini dibuktikan dengan begitu molornya proses penyelesaian pembentukan organisasi kemahasiswaan di lingkup kampus, hingga sampai detik ini masih belum ada kejelasan terkait bagaimana pembentukan SEMA-U dan DEMA-U. Ditambah lagi permasalahan di salah satu fakultas mengenai keanggotaan SEMA-U masih belum juga diselesaikan secara sigap.
Menurut informasi yang berkembang, bahwa telah diselenggarakan rapat koordinasi antara WD III dilingkup kampus yang di pimpin oleh WR III yang membahas terkait penyelesaian keanggotaan SEMA-U disalah satu fakultas, hal ini menunjukan bahwa adanya keterlibatan birokrasi yang begitu jauh dalam pembentukan organisasi kemahasiswaan. Padahal hal tersebut merupakan persoalan mahasiswa yang harus diselesaikan secara mandiri dan kolektif oleh mahasiswa. Keterlibatan birokrasi pun itu justru dilakukan oleh birokrasi kemahasiswaan yang berkaitan sebagai elemen yang bertanggung jawab.
Cita-cita pembentukan Student Government seperti yang diulas di atas pada akhirnya jauh dari harapan yang ideal. Ini merupakan hak akademik dan non akademik mahasiswa yang sudah seharusnya diperjuangkan secara kolektif oleh seluruh mahasiswa UIN SGD Bandung. Kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi.
Pemahaman hingga kesadaran rekan-rekan mahasiswa menentukan nasib dan hak akademik atau non akademik mahasiswa secara individual maupun kolektif. Lantas sikap kita sebagai mahasiswa adalah menuntut birokrasi yang berkaitan dengan kemahasiswaan agar mampu professional serta tegas dalam menyikapi persoalan kemahasiswaan sesuai porsinya tanpa harus melakukan intervensi terhadap organisasi kemahasiswaan. Hal ini anggap sebagai upaya yang tidak pro terhadap kepentingan mahasiswa secara umum.
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara Semester 7 Fakultas Syariah dan Hukum