SUAKAONLINE.COM – Bandung Bergerak menggelar acara bertajuk “Bertandang ke Kampus” di Aula LP2M, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Sabtu (9/11/2024). Acara ini merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengunjungi kampus-kampus di Bandung dengan kegiatan diskusi publik dan pelatihan. Kegiatan di UIN SGD Bandung merupakan yang ketiga, setelah sebelumnya dilaksanakan di UNISBA dan Unpad.
Dimulai dengan kegiatan diskusi publik dengan tema “Menggugat Penggusuran sebagai Napas Pembangunan Kota” yang memaparkan kasus-kasus persengketaan tanah yang terjadi di Kota Bandung. Salah satu warga Dago Elos, Dhea menceritakan perjuangannya bersama warga Dago Elos untuk mempertahankan tempat tinggalnya yang terancam digusur karena kasus persengketaan tanah antara warga Dago dengan Muller bersaudara.
Masih sejalan dengan pembahasan sengketa lahan, warga Tamansari, Eva Eryani turut angkat bicara dalam diskusi publik ini. “Kita tidak bisa lupa ya pada sengketa tanah yang juga terjadi di Tamansari, saat itu sengketa terjadi dengan pemkot Bandung, agak berbeda kasusnya dengan Dago Elos yang sengketa dengan perusahaan. Tahun itu 2019, sengketa terkait pembangunan cepat proyek rumah deret, “ ujar Eva, Sabtu (9/10/2024)
Kedua pemaparan dari warga Dago Elos dan Tamansari tersebut disimpulkan oleh salah satu pemantik diskusi dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Deti Sopandi mengatakan dua kasus sengketa tanah Tamansari dan Dago Elos sebagai kasus mafia tanah di Bandung yang baru beberapa saja, meskipun memiliki inti konflik yang berbeda, kedua daerah tersebut dirasa memiliki spirit perlawanan yang sama terhadap mafia tanah.
“Setiap konflik sengketa tanah yang terjadi di Kota Bandung memiliki konteks yang berbeda-beda, seperti kasus Tamansari yang lawannya adalah Pemkot Bandung dan kasus Dago Elos yang lawannya adalah korporat perusahaan. Hal tersebut termasuk ke dalam penggusuran, pelanggaran berat HAM,” ujarnya.
Diskusi publik ditutup oleh paparan Closing Statement dari kedua pemateri. Salah satu pemateri, Dhea memberikan harapannya kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Baginya melakukan perlawanan tidak harus hanya dengan mengikuti persidangan hingga tuntas. Baginya, turut menginformasikan kepada khalayak juga merupakan bagian dari perlawanan. Statement tersebut selaras dengan kegiatan pada agenda selanjutnya.
Setelah sesi diskusi publik berakhir, acara dilanjutkan dengan pelatihan menulis opini kritis bertajuk “Melawan dengan Gagasan”yang dipandu oleh editor Bandung Bergerak, Iman Herdiana. Dalam pelatihan ini, Iman menggarisbawahi bahwa menulis adalah salah satu bentuk perlawanan. Melalui opini kritis, penulis dapat membongkar ketimpangan, mengkritisi kebijakan, dan membuka perspektif baru dalam isu-isu krusial, seperti kasus penggusuran yang melibatkan hak-hak warga.
Lebih lanjut, dalam pelatihan ini juga diisi dengan dialog dan praktik interaktif. Iman mengajak peserta pelatihan untuk menulis esai opini untuk kemudian dibacakan dan ditanggapi olehnya. Hal ini memantik peserta untuk menuangkan idenya dalam penulisan esai. Tak lupa, Iman juga memberikan apresiasi di sela-sela tanggapan ide-ide yang masuk.
Reporter: Mujahidah Aqilah & Sabrina Nurbalqis/Suaka
Redaktur: Zidny Ilma/Suaka