Lintas Kampus

Belajar Menjadi Jurnalis Travel di Genetitas

Jurnalis Travel Kompas.com, Sri Anindiati Sari, saat memberikan materi tentang Travel Journalism kepada pesera acara Genetitas 2016 "Mengenal Indonesia Melalui Tulisan" yang di adakan oleh LPPM Djatinangor di Aula Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang, Kamis (6/10/2016). (SUAKA / Elya Rhafsanzani)

Jurnalis Travel Kompas.com, Sri Anindiati Nursastri, saat memberikan materi tentang Travel Journalism kepada pesera acara Genetitas 2016 “Mengenal Indonesia Melalui Tulisan” yang di adakan oleh LPPM dJatinangor di Aula Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang, Kamis (6/10/2016). (SUAKA / Elya Rhafsanzani)

SUAKAONLINE.COM, Bandung — “Ketika traveling, kau tertinggal membisu. Tapi setelah traveling, kau menjadi pendongeng ulung.” Itulah kata-kata Ibnu Batutah yang dikutip jurnalis travel Kompas.com, Sri Anindiati Nursastri, saat mengisi salah satu sesi acara Genetitas pada Kamis (6/10/2016). Acara tersebut diadakan oleh Lembaga Penerbitan Pers Mahasiswa dJatinangor di aula gedung pascasarjanak fakultas ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran.

Sastri, panggilan akrabnya, menjadi mentor sesi workshop penulisan. Menurutnya, seorang calon jurnalis travel wajib memiliki beberapa modal dan kemampuan seperti blog, buku perjalanan, insting mencari sudut pandang yang dalam dan berbeda serta kritis dalam perjalanan. “Selain suka traveling ke sana kemari, setidaknya kita harus punya modal dan kemampuan dasar seperti blog yang berguna sekali sebagai media bagi orang lain melihat tulisan kita.”

Insting mengambil sudut pandang berbeda ia contohkan ketika ke Jepang. Sebagian besar situs dan blog ketika membicarakan transportasi selalu menyebutkan Shinkansen. Padahal tiket Shinkansen relatif mahal bagi sebagian orang. Untuk itu, kita dapat mengulas transportasi alternatif yang bisa digunakan para turis atau traveler untuk melakukan perjalanan yang sesuai kantong. Sehingga tulisan kita menjadi unik dan berbeda dari situs-situs atau blog lainnya.

Dalam dunia penulisan perjalanan, travel jurnalis akan berbeda dengan travel blogger. Travel jurnalis harus tetap mempertimbangkan etika jurnalistik dalam menulis ceritanya. Keinginan kuat, objektivitas, empati, kejujuran, rasa penasaran dan asas ketidakpercayaan wajib diutamakan sekalipun ketika kita diharuskan meliput suatu tempat untuk tujuan promosi.

Di samping itu, Sastri juga membagi pengalamannya meniti karier menjadi junalis travel. Mulai dari lulus kuliah, bekerja di majalah hingga berpindah-pindah dari beberapa media online sampai saat ini menjadi wartawan Kompas. Dia juga bercerita ketika menjelajah negara-negara yang ia liput seperti Thailand, Myanmar dan Nepal. Kesemuanya memberikan sudut pandang dan pengalaman baru bagi Sastri baik suka maupun duka.

Selain Sastri, dua traveler lain mengisi sesi talkshow traveling, diantaranya adalah Pandhu Waskitha yang menulis buku Bucket List serta Ashari Yudha Pratama yang merupakan sosok di balik @catatanbackpacker. Keduanya berbagi cerita meski dengan berbagai keterbatasan, mereka tetap bisa bepergian menjelajah berbagai tempat. Misalnya Pandhu Waskita yang dipandang aneh ketika bepergian ke India. Menurut orang India, Pandhu adalah nama Hindu sementara Pandhu Waskita sendiri seorang Muslim.

Sebelumnya, rangkaian acara Genetitas juga melangsungkan lomba penulisan essay dan photo story. Para pemenang diumumkan pada akhir acara workshop Kamis lalu. Acara tahunan yang diadakan oleh LPPM dJatinangor ini bertema “Mengenal Indonesia Lewat Tulisan”. Berbeda dengan tahun lalu yang mengangkat berbagai tema, tahun ini Genetitas memfokuskan traveling sebagai intinya. “Jika tahun lalu ada banyak yang dibahas seperti sepakbola dan film, tahun ini Genetitas bertema utama traveling,” kata ketua pelaksana Genetitas, Rio.

Reporter : M. Machally

Redaktur : Edi Prasetyo

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas