SUAKAONLINE.COM – Goethe-Institut Bandung bersama Rakarsa Foundation menyelenggarakan diskusi membahas damar kurung dengan tajuk ‘Damar Kurung: Melihat Tanda, Membaca Gejala’ di Goethe-Institut Bandung, Jalan Martadinata, Kota Bandung, Kamis (28/4/2022).
Acara ini juga dihadiri Dosen Seni Rupa dan Desain ITB, Irma Damajanti, Direktur Eksekutif Komite Ekonomi Kreatif dan Invasi (KREASI) Jawa Barat, Harry Mawardi, dan Founder Damar Kurung Institut, Novan Effendy.
Dalam berlangsungnya diskusi, Founder Damar Kurung Intitut, Novan menjelaskan sejarah damar kurung. Menurutnya damar kurung merupakan keragaman budaya regional pesisir pantai utara Jawa. Damar kurung berasal dari Kraton pada abad 18 dengan gambar yang menunjukan pahlawan lokal.
Pada tahun 1987 Seniman asal Gresik, Sriwati Masmundari mengembangkan Damar Kurung dengan lukisan yang menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia. Novan melanjutkan, pada tahun 2017 damar kurung dijadikan warisan Tak Benda Nasional oleh pemerintah, dan pada tahun yang sama, Damar Kurung tersebar dibeberapa negara, seperti; Korea Selatan, Singapura, dan Amerika Serikat.
“Ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai tradisi cahaya, salah satunya damar kurung,” paparnya, Kamis (28/4/2022).
Koordinator Sariak Layung Damar Kurung dan anggota Rakarsa Foundation, Ari Nugraha mengomentari perbedaan damar kurung di Jabar dan Jatim. Menurutnya di Jabar damar kurung dijadikan dekoratif, sedangkan di Jatim dijadikan lampu jalan. “Setelah itu warga Cibogo Atas (daerah Jabar -Red) mengatakan akan menjadikan ekonomi kreatif setempat,”ujarnya.
Sepaham dengan direktur Kreasi Jabar, Harry melihat damar kurung dari segi ekonomi. Menurutnya festival damar kurung akan menjadi daya tarik ekonomi kreatif. “Damar kurung bisa menjadi sirkular ekonomi, kalau bisa diangkat bisa menjadi produk yang berindustri. Ada potensi besar pada damar kurung, dari segi mediumnya,” jelasnya.
Sedangkan menurut dosen seni ITB, Irma Damajanti, damar kurung bisa menjadi sebuah alat komunikasi penyampaian gagasan melalui visual yang digambar. “Damar itu kan cahaya dan damar ini selalu dimulai awal Ramadhan sebagai nilai religius, dan pasti ada nilai lebih besar dari religius dan spiritual. Apakah taat dan terpaku pada tradisi, namun bisa diperkembangan pada penyampaian gagasan,” katanya.
Reporter : Mohamad Akmal Albari/Magang
Redaktur : Yopi Muharam/Suaka