SUAKAONLINE.COM, BANDUNG — Bersahabat dengan banjir bukanlah pilihan, tetapi hidup dengan banjir tak pula mereka hindarkan. Itulah yang dialami warga Desa Linggar, Sukamulya, dan Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Pembuangan limbah industri PT. Kahatek melalui Sungai Cikijing menjadi penyebab utama banjir di desa tersebut.
Beberapa hari ini wilayah Bandung sering diguyur hujan deras. Kampung Cikijing, Desa linggar RT 06/10, Kecamatan Rancaekek sudah menjadi langganan banjir. Yayat Las, nama yang sering disebut oleh warga Kampung Cikijing itu telah menyelesaikan kerjaannya sebagai tukang las, ruangan persegi dengan tembok penuh noda hitam menjadi tempat kerjaannya. Setiap setelah hujan deras Yayat menyaksikan orang-orang lewat dengan celana tersingkil sambil memegang sepatu.
Lelaki berusia 52 tahun itu amat menyayangkan musibah yang terjadi di kampungnya. Puluhan hektare sawah yang terbentang di depan dan belakang tempat kerjanya kini menjadi ladang Eceng Gondok, semak belukar dan sampah berserakan. “Dahulu sebelum ada Kahatek, persawahan di sini adalah nomor satu di Kecamatan Rancaekek, ieu sawah guludug (sawah tadah hujan, sawah yang sumber perairannya berasal dari air hujan, Red-) dan sekarang menjadi hamparan eceng gondok dari Kampung Cikijing sampai Cipasir,” terangnya dengan nada rendah.
Sebelumnya, bila terjadi hujan deras air akan bermuara di Situ Cimungkal, Kabupaten Sumedang, sehingga tidak pernah terjadi banjir di kampung ini. Namun sejak 1979 situ tersebut dibangun menjadi perusahaan bernama Jaya Sagara yang sekarang PT. Kahatek. Keadaan pun berubah, air hujan kini mengalir ke Kampung Cikijing bersamaan dengan limpahan limbah Kahatek. Imbasnya, banjir tidak bisa dihindarkan oleh warga setempat.
Selang beberapa menit, tiba seorang lelaki bersepatu boot beranjak dari banjir. Noda coklat melekat di baju lengan panjangnya, aroma tubuh yang khas pegawai bangunan menandakan dia yang sudah pulang dari pekerjaannya. Bibir sedikit tertutup oleh kumis seraya tersenyum memberi sapa. Namanya Surya (59), dia mengeluhkan aliran sungai yang dijadikan tempat pembuangan limbah produksi Kahatek.
“Limbah yang dibuang ke aliran sungai berupa cairan celup berwarna dan gumpalan banyak karung. Sekali beko (Eskavator, Red-) mengeruk, beribu karung didapat. Bahkan tahun kemarin alat berat itu tidak bisa maju akibat banjir dan padat limbah karena hujan dadakan,” paparnya menggebu dengan badan tegap.
Pelebaran sungai pernah dilakukan untuk mengurangi banjir, tetapi asa masih mengambang. Ibarat membuat botol, pelebaran sungai yang menyusuri desa Linggar, Sukamulya dan mungganglah yang dilebari. Kesananya aliran sungai di Kampung Paneureusan, Rancabeureum tetap sempit, akibatnya air mampet beriringan dengan limbah PT. Kahatek.
Tak Lagi Jadi Gudang Padi
Desa Linggar merupakan gudang padi untuk Kecamatan Rancaekek sebelum PT. Kahatek itu berdiri. Tapi kini menjadi gudang eceng gondok yang tak diurus. Para petani pun kehilangan pekerjaannya, terlebih lagi kini sudah tidak memiliki saluran air bersih. Limbah Kahatek berupa cairan celup berwarna hitam, merah dan hijau berpotensi tinggi merusak tanah persawahan. Semakin lama dibiarkan akan menjadi lumpur dan akhirnya mengeras.
Soal pertanian, Ahyar (73) bagian dari anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) tak segan bercerita terkait upaya yang pernah ditempuh dengan pemerintah setempat. Berjalan ditengah banjir harus dilewati untuk menuju kediaman Ahyar. Setelah berjalan sekitar seratus meter, terlihat segerombolan anak tanpa mengenakan baju. Mereka asik bermain dengan banjir, menunggangi satu ban dalam berdiameter sekitar satu meter. Seolah banjir sudah bersahabat dengan mereka, kaki yang baru sebesar buah singkong itu sibuk mengocok air dengan lincahnya.
Setiba di rumahnya, Ahyar yang berdiri sambil memegang secangkir air mempersilahkan masuk dan menjelaskan ihwal upaya-upaya yang pernah dilakukan untuk mengatasi banjir. Masalah pertanian sampai sekarang tidak produksi dikarenakan limbah dari Kahatek. “Pernah ada pertemuan dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) pada Tahun 2007 dan menghasilkan solusi diantaranya mengenai aturan pembuangan limbah. Sayangnya aturan itu sebatas sampai di lembar kertas saja, hingga sekarang Kahatek masih saja membuang limbah ke perkampungan warga paparnya.
Sebelum Pemilu Calon Legislatif (Caleg), Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) bersama masyarakat dan gubernur melakukan pemeriksaan di Desa Linggar, Sukamulya dan Bojongloa. Pemeriksaan berlansung dari pukul 12 siang hinga pukul 6 sore. Alhasil tanah seluas sekitar 416 hektare diganti rugi dengan Rp.132 miliyar.
“Dari desa yang layak ditanami padi, sukamulya paling seperempatnya, Linggar seperempatnya sedangkan Bojongloa hancur semua dan tidak bisa ditanami padi,” pungkasnya bernada datar. Terbesit kekhawatiran bagaimana nasib warga di beberapa tahun kemudian, karenanya Ahyar mengharapkan pertanian Kecamatan Rancaekek agar dapat diatasi secepatnya. Namun, Kapan masalah ini akan selesai?
Reporter : Dede Lukman Hakim
Redaktur : Ratu Tresna