Infografik

Kelahiran Sastra Indonesia

Infografik: Ismail Abdurrahman Azizi

Infografik: Ismail Abdurrahman Azizi

SUAKAONLINE.COM, Infografis, — Awal mula Roman muncul pada 1848 pemerintah jajahan Hindia-Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar f25.000 setiap tahun untuk keperluan sekolah. Sekolah itu didirikan untuk anak-anak bumiputera, terutama para priyayi yang akan dijadikan pegawai setempat oleh pemerintah Belanda untuk kepentingan eksploitasi kolonialnya. Mereka bisa dibayar murah ketimbang mendatangkan pekerja dari Belanda.

Dari sekolah tersebut meningkatlah taraf pendidikan anak-anak bumiputera dan mulai gemar membaca hingga sadar bahwa Indonesia sedang dijajah. Lantas siswa-siswa sekolah tersebut mulai menulis berbagai karangan berbentuk uraian maupun cerita yang sifatnya memberi penerangan kepada rakyat dan dimuat di surat kabar, seperti Bintang Timoer (1862) di Surabaya, Pelita Ketjil (1882) di Padang, dan Bianglala (1867) di Jakarta hingga abad ke-20 Surat Kabar Medan Prijaji di Bandung.

Roman-roman itu disebut “Bacaan Liar” karena menurut pemerintah Belanda isinya bersifat menghasut rakyat untuk berontak dari penjajahan Belanda dan para penulisnya pun dinamakan “Pengarang Liar”.

Melihat keadaan itu, pemerintah Belanda merasa khawatir akan tumbuhnya kesadaran nasional rakyat Indonesia setelah mendapatkan pendidikan barat. Selain itu, kaum terpelajar Indonesia yang sudah mendapatkan pendidikan barat dan telah menguasai bahasa Belanda seperti Multatuli yang memiliki nama asli Eduard Douwes Dekker dengan bukunya berjudul “Max Havelaar,” sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan kesadaran bangsa untuk merdeka dari jajahan Belanda.

Semua itu telah menyebabkan pemerintah Belanda mencari jalan dan akal supaya rakyat Indonesia tidak merdeka. Maka sampailah pemerintah Belanda pada pikiran untuk membendung bangkitnya kesadaran nasional dengan mengadakan semacam bimbingan soal bacaan rakyat. Sehingga pada 1908 didirikanlah Komisi Bacaan Rakyat (Commisie voor de Inlandsche School en Volkslectuur) yang pada 1917 berubah menjadi Kantor Bacaan Rakyat (Kantoor Voor de Volkslectuur) Balai Pustaka.

Diolah dari buku Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia karya Ajip Rosidi

Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) LPM Suaka 2016

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas