SUAKAONLINE.COM, Bandung– Sekecil apapun sejarah harus diungkapkan agar diketahui masyarakat luas. Karena itu dapat meningkatkan rasa cinta dan memiliki terhadap sejarah Bandung bagi generasi muda ke depan. Hal tersebut disampaikan ketua Kelompok Anak Rakyat (Lokra) sekaligus ketua pelaksana pameran artefak, Gatot Gunawan.
Gatot menuturkan pameran ini telah digelar ketiga kalinya yang bertepatan dengan momen kemerdekaan. Pameran tersebut menampilkan tiga tokoh perintis kemerdekaan. Di antaranya, Inggit Garnasih, Asmara Hadi dan Rasiban Wiriasomantri.
Ketiga tokoh tersebut, menurut Gatot merupakan tokoh yang sangat dekat dengan Presiden pertama Repulik Indonesia, Soekarno saat berada di Bandung. “Karena tokoh-tokoh ini ada yang tidak ada dalam buku dan sejarah. Jadi diungkapkan di sini,” ujarnya saat ditemui Suaka, Kamis (18/8/2016).
Dalam pameran itu terdapat arsip-arsip tulisan dan puisi milik Asmara Hadi. Tanda bintang mahaputera utama, tempat tidur, satu set kursi milik Inggit. Selanjutnya, Satya lencana dan Sapu tangan milik Rasiban.
Gatot bercerita bahwa Asmara Hadi merupakan pemuda asal Bengkulu yang nekat pergi ke Bandung karena pidato kemerdakaan Soekarno. Asmara juga pernah aktif di Partai Indonesia (Partindo) dan menjadi anggota staf redaksi koran politik ‘Fikiran Ra’jat’ edisi mingguan yang dipimpin oleh Soekarno.
“Beliau seorang wartawan dan pujangga. Beliau setelah kemerdekaan pun berjuang melalui seni, lewat puisi-puisi, syair-syair, tulisan-tulisan yang dimuat di koran dan majalah,” katanya.
Selain itu, Gatot juga menceritakan sosok Rasiban Wiriasomantri yang merupakan Veteran pejuang kemerdekaan Indonesia, dan pernah membentuk Front Buruh Tani Nasional. Sebagai alat untuk menggulingkan Negara Boneka Belanda di Jawa Barat (Negara Bagian Pasundan-Red).
Kemudian tentang Inggit Ganarsih, ia bercerita bahwa Inggit merupakan istri dari Soekarno. pernikahannya dengan Soekarno menjadikan Inggit memasuki dunia politik dan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Inggit pernah menjadi saksi proses lahirnya Perserikatan Indonesia, yang kemudian berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, saat itu Soekarno menjabat sebagai ketua.
“Ibu Inggit gigih dan tegar memberikan semangat hidup dan perjuangan kepada Soekarno pada saat dipenjara di Banceuy. Meskipun harus bekerja mencari uang untuk kebutuhan hidupnya,” papar Gatot.
Selain itu, dipamerkan pula Dwaja sang saka merah putih yang dibuat pada masa pergerakan kebangsaan tahun 1928 dengan ukuran 237 x 156 cm. Dwaja sang saka merah putih pernah dikibarkan berdampingan dengan bendera Hinomaru pada 1942.
“Ke depannya, pameran ketiga tokoh ini akan dipisahkan tersendiri agar masyarakat lebih mengenal kepada masing-masing tiga tokoh tersebut,” tutup Gatot. Pameran bertempat di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan No. 5, Kota Bandung, yang dibuka sejak 17 hingga 20 Agustus 2016.
Reporter : Nolis Solihah & Puji Fauziah
Redaktur: Ibnu Fauzi