Advertorial

Merayakan Gandrung Milad XXXV, Teater Awal Bandung Menggelar Serangkaian Pementasan

Teater Awal Bandung menampilkan monolog “Amir dan Akhir Sebuah Syair” di gedung Abjan Soelaiman, Kampus 1 UIN SGD Bandung, Cibiru, Bandung, Rabu (18/10/2022). (Foto: Kinanthi Zahra/Suaka)

SUAKAONLINE.COM Dalam rangka merayakan milad ke 35, Teater Awal Bandung menyelenggarakan serangkaian acara pementasan drama, panggung hiburan, serta lomba baca puisi Piala Rektor. Bertempat pada Gedung Abjan Soelaeman, runtutan acara Gandrung Milad XXXV tersebut berlangsung sejak Senin-Sabtu 17-22 Oktober 2022.

Dimeriahkan dengan tujuh rangkaian acara, Gandrung Milad XXXV ini diawali dengan pementasan sebuah drama berjudul ‘Pesta Para Pencuri’ yang disutradai oleh Yayan Katho, seorang alumni Teater Awal yang sudah mengabdi sejak tahun 1990. Melewati beberapa proses, Karya asli milik Jean Annoulih yang telah diterjemahkan tersebut disadur oleh Rachman Sabur, dan diadaptasi kembali oleh Yayan Katho.

‘Pesta Para Pencuri’ bercerita mengenai tiga komplotan perampok, Petbun, Piktor, dan Gusdul, yang telah merencanakan skema pencurian terhadap seorang janda kaya bernama Nyonya Molen. Dibumbui dengan percintaan rahasia antara Piktor dengan Lela, dan Gusdul dengan Yeyet, Nyonya Molen ternyata sudah lebih dulu tahu terhadap rencana mereka, dan menjebak  komplotan pencuri tersebut di dalam panggungnya.

Uniknya, pada adaptasi Yayan Katho, daripada memfokuskan naskah pada cerita strategi pencurian maupun alur rumitnya, beliau lebih fokus pada percintaan rahasia beda kasta antara Gusdul dan Yeyet. Menurutnya, selain karena naskah ini cocok dengan SDM anggota Teater Awal Bandung, pembahasan tentang cinta didalmnya juga merupakan hal yang ringan, menarik, serta cocok untuk menghibur sasaran audiensi yaitu Mahasiswa UIN Bandung.

“Itulah, kisah dari naskah ini beragam. Dari sekian banyak kisah-kisah di dalamnya, di naskah aslinya juga ada sebenarnya kisah antara Yeyet dengan Gusdul, Piktor dengan Lela. Cuma itu hanya bagian kecil dari naskah. Namun untuk teater awal ini saya memilih peristiwa percintaannya diangkat, yang kemudian dimunculkan. Ditangan sutradara lain bisa jadi tema lain yang diangkat, jadi itu kan interpretasi sutradara, kemudian saya memilih di wilayah percintaannya saja menjadi tema utamanya,” Tuturnya, Senin (17/10/2022).

Selain berisi kritik-kritik sosial kemanusiaan, Yayan Katho juga menerangkan bahwa Ia menyukai tema percintaan dan mengangkatnya pada naskah ini karena cinta adalah dasar perasaan manusia. Ia menganut bahwa cinta adalah dasar segala kegiatan manusia. “Ngobrolin cinta kan sebenernya tentang kemanusiaan. Aku ga kenal kamu, tapi saya mau meluangkan waktu untuk ngobrol sama kamu. Landasan apa yang kemudian membuat saya ingin mengobrol dengan kamu kalau bukan karena cinta,” ujarnya.

Setelah selesai menayangkan pentas drama ‘Pesta Para Pencuri’, rangkaian acara Milad Teater Awal dilanjut dengan menampilkan drama lain berjudul ‘Mencari Jalan Waska: Angkara Murka’ pada Selasa, (18/10/2022). Naskah ini disutradai oleh Ilyas Mate dari hasil interpretasinya terhadap naskah ‘Topeng-Topeng’ karya Rachman Sabur.

“Sebenernya plot yang dibuat di naskah ini, pertama kan saya menggarap naskah babeh yang berjudul ‘Topeng-Topeng’. Ada 4-5 paragraf saya ambil dari teks topeng-topeng dan saya interpretasi ulang tentang peristiwa yang baru. Jadi membuat adegan-adegan baru, membuat peristiwa-peristiwa baru dengan kisah sebelumnya. Kalau di film ada sequel dan prequel, nah ini saya ambil prequelnya,” Jelas Ilyas Mate tentang naskah “Mencari Jalan Waska: Angkara Murka” pada Selasa, (18/10/2022).

Bercerita tentang Kusno, seorang penderita penyakit mental yang menjalani hari-harinya di rumah sakit jiwa, diiringi dengan adegan-adegan kelam seperti Ayahnya yang mati dibunuh Gagak Hitam, dan Ibunya yang mati ditangan saudagar. Hebatnya, Ilyas Mate berhasil membuat penonton terkecoh dengan waktu alur naskah ini, yang ternyata seluruh kejadian tersebut bukan terjadi beriringan, melainkan masa lalu Kusno yang membuatnya mengalami penyakit PTSD.

“Jadi untuk alur sendiri, secara plot, saya membuat banyak plot twist, yang dimana jebakan-jebakan tentang ingatan itu, menjadi sebuah peristiwa yang menjelma di setiap adegannya. Ruang sebenarnya adalah di rumah sakit jiwa, beliau (Kusno) sedang mengingat peristiwa sebelumnya. Kehidupannya selalu berulang seperti itu. Jadi saya membuat halusinasi tersebut menjadi sebuah adegan visual,”

Ilyas juga menjelaskan bahwasanya Mencari Jalan Waska Angkara Murka adalah proses pencarian jati diri. “Apakah dia harus menemukan dirinya sendiri? Ataukah dia sudah memasuki ruang-ruang psikologis yang kacau, banyak halusinasi, delusi, dan penyakit kejiwaan yang sudah masuk ke tokoh waska ini? Ternyata kan akhirnya dia tetep di titik abnormal, tetep berdiri di antara kegamangan, dan hari-harinya selalu berulang,” Jelasnya.

Menyinggung soal peristiwa G30S/PKI dan Operasi Gagak Hitam pada naskahnya, Ilyas menjelaskan bahwa hal tersebut murni untuk dramatika dan estetika naskah belaka, dengan latar belakang ketertarikannya terhadap isu tersebut. Begitu pula dengan pengangkatan tema penyakit kejiwaan pada naskah ini merupakan hasil interpretasi Ilyas terhadap naskah ‘Topeng-Topeng’, tanpa mempunyai maksud khusus lainnya.

”Sebenarnya di topeng-topeng tidak menyinggung hal soal-soal peristiwa masa kelam kenegaraan atau nusantara, saya membuat itu karena ketertarikan saya untuk merespon peristiwa dramatik nusantara pada tahun 1965 sampai 1967. Peristiwa tersebut jadi sebuah perubahan bangsa kita, yang membuat bangsa kita berubah ideology dari orde lama menjadi orde baru,”

“Tapi itu buka titik utama dari naskah ini, saya tidak ingin menydutkan pihak manapun, naskah ini hanya menyinggung sedikit saja untuk kepentingan estetika dan dramatika, menggabungkan antara konflik penyakit mental dan sedikit kilas peristiwa sejarah Indonesia. Intinya tetap mengenai Kusno bersama penyakit mental dan ingatan-ingatan masa lalunya,”

“Tujuannya murni saya berkarya saja, pengetahuan tentang penyakit mental dan sebagainya itu hanya bonus saja, karena saya juga bukan expert di bidang tersebut, hal itu saya kembalikan lagi kepada penonton. Apalagi karena alasan pernah mengalami PTSD juga, Alhamdulillah saya waras,” Tutup Ilyas Mate kepada redaksi pada Selasa, (18/10/2022).

Pada rangkaian Gandrung Milad XXXV ketiga, Teater Awal kembali memeriahkan Gedung abjan Soelaeman dengan sebuah pementasan monolog berjudul “Amir dan Akhri Sebuah Syair”, karya Iswadi Pratama yang disutradai oleh Zamzam Piter, pada Rabu (19/10/2022). Amir dan Akhir Sebuah Syair membawa penonton ke tragedi revolusi sosial di daerah bernama Langkat di Sulawesi Timur, lewat kaca mata seorang sastrawan sekaligus tokoh revolusioner, Amir Hamzah, serta orang-orang dengan peran krusial di belakang Amir yang jauh dari sorotan sejarah.

Diperankan oleh Rinppo Gepod, Pembacaan atas Amir disajikan lewat tokoh Iyang, rakyat, abdinya di kesultanan, serta Amir sendiri. Perpindahan karakter sang aktor dari satu tokoh ke tokoh yang lain didukung efek dan set panggung berupa kursi di kesultanan, pagar penjara, gundukan tanah, serta kuburan.

Naskah yang ditulis oleh Iswadi Pratama tersebut diangkat kembali dengan apik oleh sutradara Zamzam Piter, sebagai momen untuk berkaca dan merenungi masa lalu. “Jas merah, jangan melupakan sejarah,” tuturnya mengutip kalimat Bung Karno, Rabu (19/10/2022).

Rangkaian pementasan teater diakhiri dengan monolog bertajuk “Jangan Terlalu Dalam”, diadaptasi dari naskah karya Iswadi Pratama dengan Halim Apu sebagai sutradara. Menggambarkan perasaan dramatis Arayyan, seorang gadis kecanduan gadget dan mengaggap benda tersebut sudah menjadi bagian dari dirinya.

Berada dalam tekanan pola asuh kedua orangtua yang ingin ia menjadi anak yang baik, Arayyan digambarkan terkurung dalam dunia yang dipenuhi buku-buku dan pikirannya sendiri, yang pada akhirnya tidak ada ubahnya dengan kecanduan gadget. Sutradara, Halim Apu menjelaskan, “ada dialog berbunyi ‘ada sesuatu di kepala saya’ yang terus berulang, itu mewakili perdebatan antara logika dengan sukma si tokoh ini,” Kamis (20/10/2022).

Reporter          : Annisa Febriyanti/Suaka & Kinanthi Zahra/Suaka

Redaktur : Fitri Nur Hidayah/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas