SUAKAONLINE.COM , Infografis – Kegagalan Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) membentuk kepengurusan Dewan eksekutif Mahasiswa (Dema-U) jadi catatan penting sebelum pengurus Sema-U periode 2019-2020 purnatugas awal Mei yang lalu. Sebagaimana dalam pasal 13 Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KKM), Sema-U berwenang menyelenggarakan Musyawarah Mahasiswa (Musma) untuk memilih ketua Dema-U yang baru.
Dalam perjalannya mempersipakan Pemilu mahasiswa, kegagalan Sema-U menuntaskan proyek ini hanyalah akumulasi dari sekian persoalan yang muncul. Sejak pembentukan kepanitiaaan untuk Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa (BawasluM), prosesnya dinilai tidak transparan. Terutama yang diungkapkan oleh sejumlah pengurus Sema-F, Dema-F dan HMJ yang tidak tahu-menahu delegasi mereka di dua lembaga tersebut.
“Tidak ada arahan mengenai informasi apapun sejauh ini, Dema Fakultas Dakwah dan Komunikasi tidak merasa dilibatkan soal pembentukan dan perkembangan-perkembangan KPUM dan BawasluM,” ungkap Ketua Dema-F Dakwah dan Komunikasi, M. Faisal Nailusidqi kepada Suaka, Rabu (2/10/2019)
Penjaringan kepanitiaan KPUM dan BawasluM sudah dipublikasikan sejak 29 Juli 2019 dengan target struktur keanggotaannya sudah terbentuk dalam 11 hari kerja atau 8 Agustus. Namun realisasinya melesat jauh, target tersebut molor tiga bulan lebih atau baru difinalisasi pada 13 November 2019. Sementara, tidak adanya sosialisasi kepada jajaran organisasi mahasiswa di tingkat fakultas dan jurusan juga turut dipersoalkan.
Target-target Sema-U lainnya juga gagal tercapai sekalipun KPUM dan BawasluM sudah terbentuk. Saat wawancara dengan Suaka pada 3 Oktober 2019, Ketua Sema-U periode 2019-2020, Umar Ali Muharom mengatakan pembentukan Dema-U diharapkan rampung pada akhir Oktober. Di saat yang sama, kepanitiaan KPUM dan BawasluM justru baru bisa terbentuk pada bulan berikutnya. Sehingga target penyelesaian proyek ini diperpanjang sampai akhir tahun, sebelum libur semester ganjil sesuai dengan roadmap yang dibuat KPUM dan BawasluM.
Kelambanan kerja Sema-U juga disebabkan karena adanya perbedaan sikap antara Sema-U dengan jajaran Sema-F terkait legalitas penggunaan UU No. 2 tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa sebagai landasan hukum pembentukan Dema-U. Meski bukan kali pertama produk hukum ini dipersoalkan, baru pada awal Desember 2019, lima Sema-F sepakat mengajukan peninjauan ulang atau legislative review terhadap aturan tersebut.
Pengajuan legislatif review baru ditanggapi setelah tiga bulan lebih diajukan, dan lagi-lagi tidak menghasilkan titik temu. Karena hasil dari Forum Senat Mahasiswa yang diselenggarakan 11 Maret kemarin masih belum beranjak dari perdebatan awal, yakni pantas tidaknya UU No. 2 untuk dipakai. Sementara pada tahap teknis belum satupun dikerjakan. Itu artinya, meski sudah dibentuk sejak November tahun lalu, KPUM dan BawasluM belum bekerja sama sekali hingga hari ini.
Sumber: suakaonline.com, akun Instagram semauinsgdbdg dan kpubawaslu2019uinsg
Peneliti: Abdul Aziz Said
Desain: Nuralfiyah/Magang