SUAKAONLINE.COM – Sejumlah aktivis gender menggelar longmarch dalam peringatan Hari Perempuan Sedunia di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (8/3/2024). Aksi ini dihadiri 26 organisasi yang tergabung dalam Aliansi Simpul Puan, diantaranya, gender Research Student Center (Great UPI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Women Studies Center (WSC) UIN SGD Bandung.
Peringatan International Women’s Day (IWD) tahun ini mengangkat tema “Moal Aya Haseup mun Euweuh Seuneu, Wanoja Ngalawan” yang artinya “Tidak ada Asap kalau Tidak ada Api, Wanita Melawan”. Menurut salah satu aktivis gender Great UPI, Cici mengatakan tema tersebut mengandung makna intimidasi yang selama ini dirasakan kaum perempuan.
“Tema kita kali ini memang pakai bahasa daerah ya, yakni bahasa Sunda, yang intinya adalah dari tema ini tuh kita enggak akan melawan kalau enggak ada sebabnya gitu, dan ketidakadilan itu yang tidak diberikan oleh masyarakat dan pemerintah,” ujar Cici, Kamis (8/3/2024).
Selaras dengan yang diungkapkan Cici, salah satu peserta aksi, Alifah mengungkapkan alasan mengikuti aksi dilatarbelakangi pengalaman ketidakadilan gender yang dialami oleh orang terdekatnya. Hal itu, mendorong Alifah untuk menyuarakan haknya di peringatan Hari Perempuan Sedunia. Alifah berharap adanya penegakan aturan yang ramah gender di berbagai sektor.
“Saya berharap aturan di tempat kerja, di kampus, dan dimanapun itu dibuat lebih ketat dan berpihak pada perempuan ya, dan juga diperketat aturan tentang cuti hamil dan lain sebagainya, itu kan bukan hanya hak perempuan, namun hak laki-laki yang menjadi seorang ayah” ujar Alifah.
Koordinator lapangan Aksi IWD, Nidan menyampaikan pandangannya terkait masalah gender yang terjadi. Ia juga menegaskan perjuangan mereka melawan sistem yang menyebabkan ketidakadilan gender, serta perlunya dukungan untuk kesetaraan dan keadilan gender di kampus dan kehidupan perempuan.
Lebih lanjut, Nidan menjelaskan bagaimana idealnya penanganan kekerasan seksual di kampus. Selain birokrat yang mencegah dan memfasilitasi pentingnya dukungan kepada korban dengan ruang aduan terbuka, mahasiswa dituntut menciptakan lingkungan yang aman sebagai tanggung jawab bersama.
“Harus ada selain pihak birokrat yang melakukan pencegahan secara sistematis mengenai Kekerasan berbasis gender. Penanganannya itu berpihak pada korban dan membuka ruang-ruang aduan yang membuka ruang kesempatan dan kepercayaan kepada korban. Tidak lupa, peran mahasiswa yang harus ikut serta dalam hal ini,” tutup Nidan.
Reporter : Ighna Karimah & Zidny Ilma/Suaka
Redaktur : Nia Nur Fadillah/Suaka