Fokus

Perkara POKI Di Jalur Koordinasi

Kabag Kemahasiswaan, Asep Saepuddin Malik menjawab tuntutan yang dilayangkan aksi massa Aliansi Mahasiswa pada Jum'at (19/2/2016) di depan Gedung Rektorat. Asep menjanjikan Surat Keputusan (SK) legalitas POKI 2015 akan rampung pada Selasa, (23/2/2016) mendatang. (SUAKA/ Ridwan Alawi)

Kabag Kemahasiswaan, Asep Saepuddin Malik menjawab tuntutan yang dilayangkan aksi massa Aliansi Mahasiswa pada Jum’at (19/2/2016) di depan Gedung Rektorat. Asep menjanjikan Surat Keputusan (SK) legalitas POKI 2015 akan rampung pada Selasa, (23/2/2016) mendatang. (SUAKA/ Ridwan Alawi)

Oleh: Edi Prasetyo

SUAKAONLINE.COM – Oktober telah berlalu, turunan SK 2013 belum juga berlaku. Janji yang diutarakan tim perumus melalui Nawa Nur Arif untuk menuntaskan persoalan SK berbuntut tanya. Puncaknya terjadi pada Jumat, (19/2) kemarin, puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa UIN Bandung turun aksi, mempertanyakan kejelasan POKI.

Masa aksi menanti Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, Muhtar Solihin untuk memberikan kepastian, namun yang ditunggu tak juga menghampiri. Kepala Bidang Kemahasiswaan, Asep Solihin menghampiri masa dan mengatakan bahwa Muhtar tidak sedang berada di Bandung. Ia tengah menengok putranya yang sakit di Pondok Pesantren Gontor, Jawa Tengah.

Asep mengatakan pihaknya akan mengadakan rapat yang akan melibatkan Warek III, Wadek III dan kemahasiswaan. “Karena beliau (Muhtar, Red-) posisinya baru sampai di Pondok Gontor, Ponorogo. Jadi mohon maaf karena tidak bisa menjawab tuntutan kalian secara langsung, “ katanya, Selasa (23/2).

Sebelumnya Muhtar Solihin mengatakan bahwa pihaknya tengah dalam proses pembenahan aturan organisasi sesuai dengan SK Dirjen 2013. Muhtar harus mempertimbangkan dengan organisasi kemahasiswaan yang ada, yakni organisasi kemahasiswaan tingkat fakultas dan jurusan. Apalagi dalam penyusunan draft POKI melibatkan mahasiswa, maka dibutuhkan waktu yang tidak singkat.

Muhtar menyebutkan bahwa draft POKI yang merupakan turunan SK Dirjen 2013 itu sudah selesai dirumuskan. Namun, saat sosialisasi draft POKI pada Jumat (18/12/2015) lalu, mahasiswa yang menjadi audien meminta untuk meninjau ulang draft tersebut. “Kalau kita mau langsung SK-kan, bisa. Tapi mahasiswa pengennya begitu,” kata Muhtar, Rabu (10/2).

Pasca sosialisasi, kebijakan dari Warek III adalah menyebar draft POKI kepada seluruh organisasi kemahasiswaan intra di kampus hijau. Hal itu dilakukan dengan maksud menuruti keinginan mahasiswa untuk meninjau ulang draft POKI. “Kita mengikuti  mahasiswa kok. Kalau kita mau cepat, yaudah hasil rapat finishing kemaren kita SK-kan ke Rektor, selesai,” lanjut Muhtar.

Muhtar mengklaim bahwa pihaknya tidak bersalah, ia merasa sudah mengikuti keinginan mahasiswa dengan menyebar draft dan menunggu tinjauan ulang dari mahasiswa. Ia juga menegaskan apabila pada Senin (7/3/2016) ada tanggapan yang dari mahasiswa, maka pihak kemahasiswaan akan mengesahkan draft POKI yang sudah ada. Nantinya, jika draft POKI sudah disahkan, pihak Kemahasiswaan akan segera membentuk Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U) dan menyerahkan pembentukan Dewan Mahasiswa Universitas (DEMA-U) kepada SEMA-U.

Muhtar menambahkan Maret mendatang semua urusan organisasi kemahasiswaan akan diselesaikan. Hal ini mengingat akan datangnya momentum Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) tahun 2016. Pentingnya organisasi kemahasiswaan tingkat universitas adalah membentuk panitia Orientasi Pengenalan Akademik Kampus (OPAK) yang dilaksanakan setelah PMB.

Jika bulan Maret belum terselesaikan, ia akan mengajak seluruh bagian kemahasiswaan tingkat fakultas untuk membahas mengenai pembentukan SEMA-U dan tidak akan mengulur waktu lagi. “Kalau target saya, Maret itu sudah selesai semua. Untuk pemilihan, pelaksanaan aturan. Karena ini juga menyangkut kepentingan kepanitian OPAK nanti,” kata Muhtar.

Sementara itu, koordinator Forum Komunikasi UKM/UKK (FKU), Andri Maulana menyayangkan sikap Warek III yang terus mengulur waktu pengesahan POKI. Andri mengklaim bahwa pihak kemahasiswaan kurang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk meninjau ulang draft POKI yang akan disahkan.

“Kalau hanya disebar, itu tidak akan efektif. Dan itu mengindikasikan adanya delay. Kalo memang mau ada masukan dari mahasiswa,  kenapa tidak dikumpulkan dalam satu forum? tentunya kemahasiswaan bisa mengundang organisasi mahasiswa tingkat fakultas, UKM, HMJ dan tim perumus, barulah dibentuk bersama disitu,” kata anggota Mahasiswa Pecinta Kelestarian Alam (Mahapeka) saat ditemui Suaka  di sekretariat Mahapeka, Sabtu (6/2).

Andri juga mempertanyakan kinerja tim perumus yang telah terpilih saat Musyawarah Mahasiswa Universitas (MMU). Menurutnya, tim perumus seharusnya mempunyai kepastian mengenai POKI yang disusunnya. Dalam menyusun POKI, seharusnya tim perumus mengajak seluruh elemen mahasiswa agar tidak terjadi diskomunikasi antara mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lain. Selanjutnya, Andri juga menginginkan suatu penyusunan sebuah draft harus transparansi kepada berbagai pihak.

Selain itu, Andri menganggap bahwa ketidakberadaan Sema-U dan Dema-U mungkin tidak terlalu berpengaruh pada berkembangnya sebuah UKM/UKK. Hal ini dikarenakan UKM/UKK merupakan lembaga semi otonom. Namun, meskipun tidak terlalu berpengaruh, fungsi Sema-U masih diperlukan oleh UKM/UKK.

Dirinya menyebutkan ada tiga fungsi dari Sema-U yang dibutuhkan oleh UKM/UKK. “Fungsi legislasi, controling dan budgeting,” jelasnya. Fungsi legislasi, menurutnya dapat mengatur UKM/UKK yang ada di UIN SGD Bandung. Lalu fungsi controling, yaitu mengontrol dan mengawasi kinerja UKM/UKK. Terakhir fungsi budgeting, di mana Sema-U bisa menghubungkan antara UKM/UKK dengan pihak kampus dalam permasalahan dana.

Kedepannya, ia akan ikut mendorong pihak yang terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan yang krusial ini. Andri juga akan berkoordinasi dengan UKM/UKK untuk melakukan audiensi dengan pihak-pihak yang terkait. “Rencana sih ada, tapi kita juga harus koordinasi dengan UKM–UKM yang lain,” pungkasnya.

Ruang pembinaan dan kontrol

Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN SGD Bandung, Asep Saeful Muhtadi menyayangkan kekosongan yang terjadi di kepengurusan organisasi kemahasiswaan intra tertinggi di kampus tersebut. Menurutnya, keberadaan organisasi kemahasiswaan sangatlah penting bagi berlangsungnya Student Goverment. Pria yang akrab dipanggil Kang Samuh menjelaskan bahwa kosongnya organisasi kemahasiswaan juga dapat menimbulkan kepincangan proses pembelajaran.

“Sebab organisasi mahasiswa itu bukan hanya sebuah organisasi profesional, tapi juga sebagai wahana pembelajaran mahasiswa selain di ruang kuliah, baik untuk masa kini atau masa yang akan datang,” ujar pria lulusan Program Doktor di Pascasarjana Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung tersebut, Selasa (9/2).

Samuh menilai kekosongan ini harus segera dicarikan solusi oleh semua pihak yang terlibat. Mahasiswa memang tidak boleh diintervensi, dan kampus harus membebaskan mahasiswa bekerja dengan caranya sendiri. Namun mahasiswa tidak boleh dilepaskan begitu saja, apalagi saat mahasiswa telah menemukan jalan buntu. Keterlibatan para pihak pengampu di bidang kemahasiswaan sangat dibutuhkan. Bagi Samuh pihak-pihak tersebut harus ikut turun tangan untuk membantu mahasiswa mencari jalan keluar.

Meskipun mahasiswa meminta untuk meninjau ulang POKI yang telah dirumuskan, bukan berarti para pihak kemahasiswaan lepas tangan dan jangan hanya menunggu. Kedisiplinan harus tetap diterapkan. Menanggapi sikap Warek III yang masih menunggu kepastian dari mahasiswa, Samuh menyarankan agar secepatnya memberikan deadline kepada para mahasiswa yang ingin memberikan masukan dan tinjauan ulang terhadap POKI. Harus ada proses pembinaan yang intensif dan proses kontrol yang terstruktur, bukan melakukan tindakan yang justru terkesan melepaskan kinerja mahasiswa.

Selain itu, Samuh juga menghimbau kepada para mahasiswa yang terlibat dalam permasalahan ini untuk tidak semena-mena menggunakan hak yang mereka miliki. Harus disadari bahwa mahasiswa tetap berada dalam proses belajar dalam kondisi apapun.

Dalam kondisi berorganisasi atau kondisi kegiatan di dalam kelas, mahasiswa tetap dalam proses belajar. Maka dari itu, Samuh berharap agar mahasiswa tetap patuh pada proses pembelajaran. “Mahasiswa juga jangan sok pinter, tidak mau dikontrol dan dibina,” jelas Samuh.

Membumikan komunikasi

            Suaka kemudian berkunjung ke Universitas Islam Bandung (Unisba), sistem organisasi kemahasiswaan intra kampus tersebut menggunakan badan legislatif dan eksekutif sejak Tahun 2000. Dengan sistem itu, badan eksekutif senantiasa dapat dikontrol dan alur koordinasi pun jelas.

Dalam hal ini, Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U) Unisba, Fadli Muttakin menjelaskan bahwa Dewan Amanat Mahasiswa Universitas (DAM-U) sebagai badan legislatif dan BEM-U sebagai badan eksekutif.

“Untuk membentuk BEM-U, harus terlebih dahulu membentuk DAM-U. Dan untuk membentuk DAM-U, itu harus ada sebuah tim yang menjadi perwakilan dari setiap fakultas untuk merumuskan dan menyamakan frame dalam pola organisasi kemahasiswaan, bisa dikatakan tim ad hoc,” kata Fadli, Selasa (2/2).

Setelah DAM-U terbentuk, maka tugas DAM-U adalah membentuk panitia pemilihan Presiden Mahasiswa. Sistem pemilihan pemangku jabatan tertinggi di kalangan mahasiswa tersebut, dilakukan dengan sistem pemilu raya. Artinya seluruh elemen mahasiswa ikut andil dalam menentukan pemimpinnya.

Mahasiswa yang sedang duduk di semester delapan itu menjelaskan bahwa sejak tahun 2000, organisasi kemahasiswaan intra kampus di Unisba tidak pernah mengalami kekosongan. Menurutnya, organisasi kemahasiswaan intra kampus merupakan elemen penting bagi kehidupan mahasiswa yang berada dalam suatu universitas. Jika ada kekosongan, maka tim ad hoc segera membentuk kepanitiaan guna membenahi kekosongan tersebut.

“Disini, komunikasi antara DAM-U, BEM-U dan pihak kampus, ketika ada permasalahan perihal kemahasiswaan, kita akan membicarakannya langsung bersama rektor,” tambah mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi tersebut.

Di Unisba, semua organisasi kemahasiswaan tingkat fakultas mempunyai struktur yang sama dengan organisasi kemahasiswaan tingkat universitas, yaitu adanya badan legislatif dan badan eksekutif tingkat fakultas. Pada dasarnya, sebuah organisasi tertinggi pasti akan menjadi titik acuan untuk organisasi-organisasi yang ada di bawahnya. “Adanya DAM itu kan sebagai pengotrol dan pengawas kinerja BEM, jadi jika tidak ada DAM, kita tidak akan bisa terkontrol,” tambahnya.

Di akhir perbincangan hangat itu, Fadli menyarankan kepada tim ad hoc atau tim perumus pembentukan badan legislatif mahasiswa UIN SGD Bandung untuk membumikan komunikasi. Komunikasi adalah kunci untuk menyelesaikan masalah. Entah itu komunikasi dengan pihak kampus ataupun komunikasi dengan mahasiswa sedang menunggu kepastian dari tim ad hoc tersebut. “Masalah akan selesai jika dikomunikasikan,” tutup Fadli.

(Kru liput : Ima Khotimah)

*Tulisan ini juga dimuat di rubrik Laporan Utama Tabloid Suaka edisi Februari-Maret 2016

 

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas