SUAKAONLINE.COM, – Peraturan tentang gelar akademik yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag) telah disepakati oleh pihak UIN SGD Bandung. Aturan tersebut berlaku bagi seluruh perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemenag. Wakil Rektor I Bidang Akademik, Asep Muhyiddin membenarkan adanya peraturan tersebut dan sudah dibicarakan dengan pihak fakultas yang ada di UIN SGD Bandung.
“Kami tentu proaktif menerima regulasi tersebut, berkasnya sudah dikirimkan ke fakultas, kita harus mengikuti aturan yang ada. Contoh gelar yang berubah seperti S.Pd.I menjadi S.Pd lalu S.Kom.I menjadi S.Sos,” ujar Asep saat ditemui Suaka diruangannya, Senin (22/8/2016).
Peraturan yang sudah dibangun tersebut, nantinya akan mengubah gelar bagi jenjang sarjana. Keluarnya peraturan tersebut supaya lulusan keagamaan lebih fleksibel ketika mendaftar pekerjaan, karena gelarnya akan sama dengan kampus lain pada umumnya. Aturan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 33 tahun 2016 yang dikeluarkan pada 9 Agustus lalu.
Rektor UIN SGD Bandung, Mahmud turut angkat bicara dengan keputusan yang dikeluarkan langsung oleh Menteri Agama tersebut. Dalam konteks realita, regulasi tersebut akan lebih mensejajarkan lulusan perguruan tinggi agama islam dengan perguruan tinggi pada umumnya. Selama ini, lulusan keagamaan seolah-olah berbeda karena ada gelar islamnya. “Saya kira peraturan itu positif, saat ini kami masih berkoordinasi dengan pihak biro hukum, Kementerian Agama dan menunggu fatwa, kalau memang harus diberlakukan, kami berlakukan,” papar Mahmud, Rabu (24/8/2016).
Mahmud menambahkan, hingga saat ini, penerapan peraturan tersebut masih didiskusikan. Jika ditinjau dari nomenclature, peraturan tersebut diberlakukan sejak dikeluarkannya PMA. Sedangkan untuk mahasiswa yang lulus sebelum PMA turun akan tetap memiliki gelar islam. Karena jika mengikuti PMA tersebut, dikhawatirkan akan menjadi kebohongan publik.
Dengan keluarnya peraturan tersebut, ketua jurusan keagamaan di UIN SGD Bandung turut memberikan tanggapan. Seperti yang diungkapkan ketua jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI), Dudy Imanuddin Efendi bahwa berubahnya gelar tidak bermasalah, karena ada Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Fungsi SKPI yang akan mengindikasikan sarjana pendidikan dengan menjelaskan latar belakang pendidikannya.
Senada dengan Dudy, ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Undang Burhanudin mengungkapkan bahwa perubahan gelar tidak bertumpu pada masalah luas atau tidak luasnya lapangan pekerjaan, spesifikasi lulusan telah dijabarkan secara jelas didalam SKPI. “Semuanya tetap menunggu kebijakan yang diberikan oleh rektor untuk menerapkan regulasi tersebut,” kata Undang.
Berbeda dengan Undang dan Dudy, ketua jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Mukhlis Aliyudin, mengungkapkan bahwa peraturan tersebut perlu diperhatikan secara akademis. Mukhlis merasa sedikit keberatan mengenai regulasi tersebut. Karena secara tidak langsung Perguruan Tinggi Agama Islam akan kehilangan identitas keislamannya.
Dibalik kekecewaan Mukhlis, dirinya merasa bahagia karena alumni bisa diterima di masyarakat. Berdasarkan fakta dilapangan, alumni yang memiliki gelar keislaman tidak mudah diterima oleh masyarakat. Sehingga bisa dikatakan masih dilematis jika menimbang dengan regulasi yang telah ditetapkan. “Kemenag itu ingin merubah kondisi atau kondisi yang merubah Kemenag, namun kembali lagi kepada fakta lapangan,” tambah Mukhlis, Selasa (23/8/2016).
Tanggapan lain muncul dari lulusan jurusan Pendidikan Agama Islam, Fajar Meihadi. Menurut Fajar, yang lebih vital bukan mengenai gelar S.Pd.I menjadi S.Pd, karena keduanya relevan dan mengandung unsur pendidikan. Justru yang harus diperhatikan adalah sarjana yang memiliki gelar dan tidak mampu mempertanggungjawabkan keilmuannya. “Gelar hanya simbol bukan esensi, kendati tidak semua pihak menyepakati, namun aturan tersebut pasti sudah dipertimbangkan sebelumnya,” kata mahasiswa yang baru lulus bulan Juli lalu.
Reporter : Awallina Ilmiakhanza
Redaktur : Edi Prasetyo