Fokus

Siklus Runyam Kekosongan Ormawa-U

Ilustrasi: Refkyan Mauldan/Suaka

Oleh: Fuad Mutashim

SUAKAONLINE.COM – Ibarat rumah tak berpenghuni, sudah hampir berjalan satu tahun, kursi kepemimpinan Dewan Eksekutif Mahasiswa Univesitas (Dema-U) mengalami vacum of power terhitung sejak bulan Juni. Begitupun dengan rekan kerjanya di bidang legislatif, Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) yang telah habis masa bakti pada Mei lalu.

Dalam Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KKM) Bab III  Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa masa bakti kepengurusan lembaga legislatif mahasiswa ialah selama satu tahun dihitung sejak pelantikan. Sama halnya dengan kepengurusan lembaga eksekutif yang diatur dalam KKM Bab IV pasal 6 ayat (6).

Masa kepemimpinan Sema-U periode 2019/2020 yang dinahkodai oleh Umar Ali Muharom  telah habis dan meninggalkan tugas untuk pembentukan Dema-U periode 2020/2021. Melansir dari Suakaonline.com, permasalahan yang menghambat dalam proses pembentukan Dema-U salah satunya mengenai Undang-undang Sema No. 2 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa yang menuai perdebatan hingga berujung tuntutan legislative review dari lima Sema-F.

Hingga pada Febuari lalu, Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Ahmad Fatonih mendesak agar Sema-U menggelar forum senat untuk menindaklanjuti legislative review oleh lima Sema-F. Kemudian menyebutkan sukses atau tidaknya kepengurusan Sema-U periode periode 2019/2020 tergantung pembentukan Dema-U.

Setelah adanya desakan dari Warek III bidang Kemahasiswaan, sebulan kemudian Sema-U menggelar forum senat di Aula Student Center yang dihadiri oleh seluruh jajaran Sema-F di tataran universitas. Namun akhirnya forum senat tersebut tidak menemukan titik terang dalam penyelesaian legislative review tersebut lantaran Umar kembali sulit dihubungi.

“Namun hingga saat ini tidak ada koordinasi dan komunikasi yang dilakukan oleh Sema-U terkait melakukan Musyawarah Mahasiswa Universitas (Musma-U) atau Musyawarah Tingkat Tinggi Universitas (Musti-U),” ujar Ketua Sema-F Syariah dan Hukum, Albin Muhammad Ridwan. Rabu, (3/7) 

Kurangnya Eksistensi Ormawa-U

Berdasarkan hasil riset Suakaonline.com, mahasiswa UIN SGD Bandung cenderung lebih banyak tahu mengenai Sema-U dalam definisinya, ketimbang tahu Sema-U berdasarkan keterwakilan mahasiswa dan kinerjanya. Dari total 300 lebih responden, hanya 83 persen yang mengaku tahu Sema-U dan 17 persen hanya tahu struktur kepengurusannya saja.

34 persen tahu Umar sebagai ketua dan 23 persen tahu delegasi dari fakultasnya di Sema-U. Catatan buruk lainnya, hampir setengah dari responden yang tahu Sema-U, justru tidak paham dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Sema-U. Bahkan hampir seperempatnya juga tidak bisa membedakan antara Sema-U dan Dema-U.

Penyumbatan Komunikasi dan Koordinasi

Ketua Dema-F Dakwah dan Komunikasi, Faisal Nailus Sidqi, menilai adanya kekosongan struktural pada ormawa tingkat universitas berimplikasi pada efektifitas koordinasi antar Ormawa secara menyeluruh. Ia juga memandang ada pola managerial Ormawa-U yang buruk karena tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai penyambung sekaligus wadah bagi mahasiswa dalam segala aspek.

Faisal menambahkan secara aspirasi umum pun sangat mengahambat permasalahan pada skala universitas. Karena secara de juris Ormawa-U adalah lembaga representatif dan aspiratif bagi mahasiswa. Namun pada faktanya, ketika kedua lembaga tersebut masih aktif, sangat kurang komunikatif dan aspiratif dengan mahasiswa khususnya dengan sektor Ormawa tingkat fakultas.

“Buktinya ketika Forum Dema-F UIN SGD Bandung mengirimkan surat tuntutan mengenai kebijakan selama kuliah daring kepada rektorat, sangat disayangkan rektorat melakukan penghematan suara dengan cara merekoordinasikan hasil rapim itu kepada dekanat di masing-masing fakultas. Seperti oper bola,” ungkapnya Kamis (2/7).

Sulitnya koordinasi dan komunikasi Sema-U juga terjadi pada jajaran Sema-F. Ketua Sema-F Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Hilya Gina Abdillah menyatakan kosongnya Ormawa intra berdampak besar dalam arus organisasi. Tidak adanya kepala dalam ormawa menyebabkan banyak badan claiming menjadi kepala dari Ormawa-F dan membuat arus menjadi kacau karena tidak ada yang menengahi.

Hilya juga menambahkan bahwa sebenarnya Sema-F sudah berusaha untuk membuka forum dengan Sema-U tetapi masih sulit. Kemudian solusinya ialah terus melakukan koordinasi dan berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Walaupun gerakan yang dilakukan kurang begitu masif dan progresif, karena dilakukan secara online.

Ketua Sema-F Dakwah dan Komunikasi, Umar Taufiq Ash-shidiqi mengatakan bahwa minimnya koordinasi antara Sema-U dan Sema-F. Begitupun dengan kinerjanya, Sema-U lebih banyak berkerja sendiri. Terbukti saat pembentukan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa (BawasluM) pun tidak ada koordinasi sama sekali dengan pihaknya.

“Untuk koordinasi sendiri antara Sema-U dan Sema-F sangat minim. Sema-U lebih banyak bergerak sendiri dari pada berkoordinasi dengan Sema-F. Untuk koordinasi sebelumnya pembentukan KPUM dan BawasluM tidak ada koordinasi dengan Sema-F sama sekali,” keluhnya. Kamis, (11/7).

Gunung Djati Menggugat

Kekosongan Ormawa-U menyebabkan runyamnya situasi kampus, kebijakan pembelajaran daring karena Covid-19 yang menyisakan tanya bagi mahasiswa karena tidak memakai fasilitas kampus sesuai dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibayar. Seperti tercatat dalam Permesekdikti No. 5 Tahun 2016 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT), yang membiayai enam poin diantaranya, Bahan Habis Pakai (BHP) Pembelajaran, BHP Praktikum, Sarana Pembelajaran, sarana praktikum, gedung kuliah dan gedung praktikum.

Mahasiswa langsung berinisiatif membuat gerakan Gunung Djati Menggugat, bermula dari lima inisiator hingga ribuan massa aksi virtual yang ramai di Twitter membuat tagarnya menjadi tranding topic nomor satu di Indonesia.

“Sebuah keresahan dari kebijakan kampus yang dirasa tidak berpihak pada mahasiswa. Dan kita mahasiswa sepakat, UKT pada masa pandemi ini bermasalah,” kata salah seorang inisiator yang tak ingin disebutkan namanya ketika diwawancarai oleh Suaka, Senin, (13/7).

Survei awal yang dilakukan melalui Google Form memperoleh hasil yang menguatkan tuntutan, dari 545 mahasiswa yang mengisi, 520 di antaranya tidak bisa membayar UKT dan 20 orang sanggup membayar UKT. Sedangkan, hasil survei Suaka pada 14 Juni lalu menunjukkan bahwa delapan dari sepuluh mahasiswa tidak sanggup bayar UKT. Dalam presentase berdasarkan responden, 85.5% mahasiswa tidak sanggup untuk membayar UKT, disebabkan oleh ekonomi yang menurun atas dampak dari pandemi.  Sisanya, 14.4% yang sanggup membayar UKT.

Dosen Ilmu Hukum UIN SGD Bandung, Dede Kania menjelaskan terkait tuntutan adanya transparasi anggaran. Adanya tuntutan sudah diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.  Informasi apapun yang terkait dengan institusi, instansi sebenarnya tidak boleh ditutupi karna tidak termasuk ke dalam informasi yang dikecualikan, karena kampus adalah badan layanan publik.

Dede berpendapat bahwa gerakan mahasiswa di kampus tanpa diwadahi langsung oleh Ormawa-U menjadi hal yang tidak bermasalah namun tidak akan banyak berpengaruh. “Pendapat mahasiswa di kampus masih dalam lingkup kebebasan mimbar akademik. Itu sebenarnya sudah diatur dalam aturan hukum kita, baik dalam konstitusi maupun dalam peraturan perundang-undangan lainnya,” jawabnya ketika diwawancarai melalui Zoom, Jum’at (3/7).

Revolusi Sistem

Kemudian Demisioner Ketua Dema-U periode 2018/2019, Oki Reval Julianda, menilai hadirnya Ormawa-U di tingkat universitas merupakan hal yang vital. Menurutnya kekosongan dalam tubuh Ormawa-U di UIN SGD Bandung seolah-olah telah menjadi siklus. Ketidaktaatan mahasiswa terhadap konstitusi yang ada menjadi salah satu penyebabnya.

Mahasiswa jurusan Teknik Informatika ini menambahkan, kurangnya kesadaran dari mahasiswa sebagai agent of control membuat mereka abai akan terlaksananya poin-poin dalam KKM UIN SGD Bandung. Padahal jika Sema-U bisa memberi contoh dalam mentaati konstitusi dengan benar, kekosongan Ormawa-U tidak akan terulang kembali.

Di tengah kekosongan Ormawa-U, Oki mengapresiasi dengan baik mahasiswa UIN SGD Bandung yang masih bisa berinisiatif membentuk suatu gerakan untuk menyuarakan aspirasi dan keluhannya selama masa pandemi. Namun disayangkan, dengan adanya Dema-U setiap aspirasi akan lebih terkonsep.

“Lebih baik forum sejenis Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) digelar kembali. Agar semua elemen terlibat di dalamnya, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Dema-F, Sema-F, dan Ormawa lainnya melebur menjadi satu dengan meninggalkan semua bentuk kepentingan golongan untuk merumuskan ulang UU yang bermasalah,” saran Oki, Kamis (9/7).

Kemudian Suaka melakukan perbandingan mengenai sistem pembentukan Ormawa-U di kampus lain dengan menghubungi Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Sunan Kalijaga Jogja, Rifaldi Mustamin. Menurut Rifaldi dalam sistem pemilihan yang ada di UIN Jogja dilakukan serentak antara jajaran Sema Dema Universitas dan Fakultas. Sema dipilih menggunakan partai kemudian suara partai diakumulasikan, sedangkan Dema dipilih berdasarkan calon presma dan calon wakil presma.

“Mahasiswa UIN SGD Bandung harus coba mengganti sistem pembentukan badan legislatif dan eksekutif dari musyawarah menjadi pemilihan umum. Karena dengan sistem pemilihan umum, pembentukan Ormawa akan lebih terjadwal dan jelas, sehingga tidak akan lagi menyebabkan kekosongan kepemimpinan Ormawa-U,” jelas Rifaldi kepada Suaka melalui daring. Kamis, (16/7).

Tindak Lanjut Regenerasi Ormawa-U

Warek III Bidang Kemahasiswaan, Ahmad Fatonih mengeluarkan surat No. B-152/UN.05/1.2/PP.00.9/07/2020 mengenai permohonan perwakilan mahasiswa yang ditujukan kepada Wakil Dekan (Wadek) III setiap Fakultas untuk mengirimkan dua perwakilan mahasiswa sebagai Panitia Ad Hocyang nantinya akan dilibatkan dalam pembentukan Sema-U periode 2020/2021.

Kepala Bagian Kemahasiswaan, Wawan Gunawan pun mengamini adanya surat yang dikeluarkan Warek III. Awalnya berupa konsolidasi antar Sema-F dengan Warek III tapi tidak membuahkan hasil, akhirnya memilih melayangkan surat permohonan langsung kepada Wadek setiap fakultas. Menurutnya surat tersebut adalah bentuk inisiatif pihak birokrasi dalam memproses tindak lanjut regenerasi kepemimpinan Ormawa-U.

“Karena kami tidak menginginkan adanya kekosongan terlalu lama makannya sekarang sedang merekrut perwakilan dua orang untuk dijadikan Panitia Ad Hoc dalam pembentukan Ormawa,” ujarnya saat ditemui Suaka di ruangannya, Senin (20/7).

Nantinya Panitia Ad Hocakan dibuatkan SK Rektor untuk menjalankan tugasnya dalam membentuk Sema-U dengan mengacu kepada SK Dirjen Tahun 2016 dan KKM. Menurut Wawan hadirnya Ormawa-U sangat penting dalam membantu birokrasi, terutama agenda besar Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK).

Untuk lebih jelas soal tanggapan menganai kekosongan Ormawa-U, Suaka mencoba beberapa kali menghubungi Warek III, Ahmad Fatonih namun tidak ada jawaban. Hingga mencoba menyambangi langsung ke ruangannya pun tetap tidak bisa ditemui

Pembentukan Sema-U telah melewati tahap sosialisasi pada Selasa, (18/8) dan Panitia Ad Hoc sedang merancang struktur kepanitiaan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Mahasiswa (BawasluM). [Kru liput: Evi Fitaulifia, Salsabyla Farihati, Refkyan Mauldan, Auliya Umayna, Faiq Rusydi]

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas