
SUAKAONLINE.COM – “Ruang publik harus diisi oleh informasi yang berkualitas di tengah banjir informasi, radikalisasi, dan hoaks,” ujar Direktur Pengelolaan Media Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Siti Meiningsih, workshop ‘santun bermedia sosial untuk pemilu damai’ yang digelar oleh prodi Ilmu Politik, di aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sabtu (06/04/2019).
Ia menuturkan, saat ini di Indonesia ruang- ruang media sosial itu masih di manfaatkan untuk penyebaran hoax. Masyarakat harus turut andil untuk melawan berita hoaks, dengan cara menyebarkan berita yang baik dan konten-konten positif, serta tidak ikut-ikutan menyebarkan hoaks. “Pun dengan adanya UUD ITE yang dibuat oleh pemerintah dengan DPR, yang mana hal ini dibuat agar dapat melindungi kepentingan umum,” tuturnya
Kemudian juga, dalam upaya memerangi hoaks terutama dalam kampanye politik yang ada di media sosial, ia menyampaikan Kementrian Kominfo sudah melakukan upaya-upaya dalam memberantas berita bohong. Kominfo sudah mempunyai Lambe Hoaks untuk menumpas hoaks, dimana berita yang hoaks ini nantinya dirilis dan dipilih yang mana yang termasuk berita hoaks. Menurutnya ini merupakan upaya Kominfo dalam memerangi peredaran hoaks di dunia maya.
“Dalam memerangi hoaks ada dua strateginya, ada undang-undangnya kemudian ada strategi yang sifatnya lebih ke edukasi, sosialisasi terus kalo mau ngasih contoh yang paling nyata ini dengan adanya workshop ini, adalah salah satu upaya untuk memerangi. jadi nanti kita akan mengajak mahasiswa semua untuk memproduksi konten positif. Penuhi itu viral di media sosial agar hoaks nya hilang berkurang,” Jelasnya.
Hal senada disampaikan ketua KPU Jawa Barat, Rifki Ali Mubarok, ia mengatakan bahwa apabila mendapatkan suatu berita atau informasi maka diharuskan untuk cek dan ricek mengenai kebenarannya, kemudian jangan cepat-cepat ikut terpengaruh untuk menyebarkan tanpa adanya validasi terlebih dahulu. Untuk itu mahasiswa harus bisa memanfaatkan media sosial dengan bijak dengan tidak menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya.
“Hoaks dalam pemilu bisa menyebabkakan kredibilitas, dan integritas penyelenggara itu ditanyakan, maka kami berharap kita sama-sama yang hadir disini melawan hoaks dalam pemilu, karena hoaks dalam pemilu bisa menurunkan partisipasi pemilih dan bisa menghilangkan kepercayaan terhadap pemilu dan demokrasi maka kita lawan hoaks demi tercapainya pemilu yang demokrasi bisa berjalan dengan baik dan damai” serunya.
Ia melanjutkan pemilu 2019 hari ini tidak bisa lepas dari media sosial. Saat ini hoaks atau berita bohong terkait politik diantaranya pemilu, tengah hangat dibicarakan masyarakat di media sosial. Menurutnya hoaks tentang pemilu ini merupakan salah satu masalah dalam kampanye melalu media sosial karena penyebaran kampanye sudah banyak melalui media sosial oleh karena itu jangan kaget bila terdapat kampanye dalam medsos, karena sudah diperbolehkan dalam pemilu.
Ia juga menambahkan, maraknya penggunaan media sosial dalam kampanye adalah untuk menggaet pemilih usia produktif yang berjumlah hampir 50% dari total daftar pemilih tetap (DPT) se-Indonesia. “192 juta DPT di Indonesia, 17 juta diantaranya berusia 17 sampai 20 tahun, 42 juta berusia 21 sampai 30 tahun dan 43 juta berusia 31 sampai 40 tahun, dan ini merupakan pemilih usia produktif,” ungkapnya.
Dalam acara worshop tersebut, Rifki menghimbau agar masyarakat terutama mahasiswa ikut serta memerangi hoaks, khususnya pada pemilu 17 April 2019 mendatang agar pemilu pada tahun ini bisa berjalan dengan baik dan damai. Kemudian ia berharap agar semua bisa sama-sama memanfaatkan media sosial dan akses internet sebagai sarana kita untuk melakukan pendidikan politik tanpa adanya hoaks.
Reporter: Yorin Zela, Neng Vivie Nurfauziah / MAGANG
Redaktur: Harisul Amal