TABLOID 17/ TAHUN XXVI/ EDISI AGUSTUS/ SEPTEMBER 2014
EDITORIAL
Mengawal Dema
Membahas sistem kemahasiswaan di kampus ini tak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Tarik menarik antara dua kubu sangat kentara dalam setiap musyawarah mahasiswa tingkat senat. Tak ayal setiap tahun, dapat dipastikan akan terjadi pergolakan. Entah itu di dalam sidang maupun di luar. Penolakan terhadap ini dan itu seperti menjadi hajat tahunan. Tahun ini pun peristiwa seperti itu tak terlewatkan. Terpilihnya Syarif Saefulloh sebagai Ketua Dema periode 2014-2015 disertai oleh gelombang protes dari salah satu kubu yang menginginkan perubahan sistem.
Sistem kemahasiswaan yang kini dipakai merupakan sistem lama, yang secara de jure melanggengkan status quo pemerintahan yan glalu. Sementara itu, aturan baru yang nyatanya sudah diteken oleh Diroktorat Jendral Pendidikan Islam Depag pada tahun 2013 lalu, ternyata belum juga digubris oleh kampus kita. Hal tersebutlah yang dijadikan argumen bagi kubu yang menentang kepengurusan Dema periode ini. Mereka berpendapat, jikalau aturan lama sudah digantikan dengan yang baru, kenapa masih tetap menggunakan yang lama?
Stabilisasi dan transisi. Itulah jawaban Wakil Rektor 3 saat ditanyai perihal pedoman mana yang sahih untuk dijalankan. Dengan alasan tersebut, pihak kampus merasa, masih membutuhkan waktu untuk menggodok aturan baru tersebut. selain itu alasan yang lain adalah: sistem tersebut mengalami cacat tekstual, apabila diterapkan akan terjadi miss.
Apapun sistem yang melandasi organisasi mahasiswa intra kamus di Kampus Hijau, persoalan yang harus diperhatikan adalah mental setiap mahasiswa yang akan mejalaninya. Pun yang harus diperhatikan adalah bagaimana sebuah sistem dapat menjadi alat bagi terbangunnya pemerintahan mahasiswa yang berpihak pada kecintaan terhadap iklim ilmiah. Bukan hanya pemerintahan mahasiswa yang hanya berkutat pada acara seremonial belaka.
Jangan sampai kita hanyut dalam jebakan politik transaksional. Aktivis mahasiswa yang hanya malah disibukan mengurusi posisi. Tanpa adanya gagasan yang konkret bagi terbangunnya iklim akademisi kampus kita. Jalan politik yang dilewati jangan sampai membawa kepada kejumudan. Mari kita kawal bersama-sama, apa yang ditawarkan Dema periode kali ini.
Adapaun untuk kubu yang memosisikan sebagai oposisi, lebih baik membuktikan diri melalui karya. Mari sama-sama bersaing dalam mewujudkan kultur dan iklim yang lebih baik lagi di kampus kita.