TABLOID EDISI 19/ TAHUN XXIX/ EDISI MARET 2015
TABLOID
Apa yang pertama terbesit dalam benak ketika mahasiswa yang hendak menggunakan fasilitas kampus dipatok tarif? Dengan dalih untuk kebersihan dan keamanan menjadi alasan kuat pemasangan harga. Padahal dalam regulasinya, semua itu tidak ada dan tidak dibenarkan adanya. Tentu persepsi kita akan mengira bahwa itu adalah pungutan liar.
Seakan menjadi tradisi, pemasangan tarif tidak hanya terjadi pada peminjaman fasilitas kampus, tapi juga terjadi saat mahasiswa membutuhkan pengamanan security. Semua baru yang muncul ke permukaan. Pada aspek lain pun bukan tidak mungkin pungutan liar terjadi, membuat koloni dan menjadi tak terkendali di kampus kita sendiri. Lagi-lagi mahasiswa yang menjadi korban dan menanggung semua itu.
Semua memang wajar terjadi. Misalnya mengenai tugas cleaning service, berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP) mereka anya bertugas membersihkan gedung-gedung kampus. Untuk urusan bersih-bersih setelah mahasiswa melakukan acara, itu tidak ada dalam SOP. Makanya dengan dalih tertentu- katanya seikhlasnya- mereka meminta upah lelah.
Lalu yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa semua itu bisa terjadi? Untuk mencari jawabannya, kita mesti mengurai apa yang menjadi akar masalah. Yaitu antara dua hal: gaji yang tidak menyejahterakan dan minimnya regulasi. Pembahasan tentang pungutan liar pada tabloid edisi ini juga merujuk ke sana, bahwa pihak kampus dan pihak jasa out sourching belum bisa menyejahterakan cleaning service dan security.
Di UIN SGD Bandung aturan main soal enggunaanfasilitas kampus memang lebih fleksibel. Dalam artian aturan yang diterpkan adalah aturan “sama-sama ngerti”. Mahasiswa harus mengerti bahwa security dan cleaning service tidak dibayar untuk urusan tambahan (bersih-bersih dan mengamankan kegiatan mahasiswa). Tapi celakanya hal itulah yang justru menjadi tradisi dan tidak selayaknya dibebankan kepada mahasiswa.
Oleh karenanya sebuah regulasi yang tepat sangat diperlukan dalam hal ini. Sebab regulasi merupakan hal paling sentral dalam sebuah penerapan kebijakan. Ketika kebijakan itu tidak jelas regulasinya, maka yang ada adalah munculnya aturan-aturan liar yang dimanfaatkan oleh segelintir orang.
Misalnya ketika dalam SOP tidak dijelaskan kerja tambahan cleaning service, kampus mestinya punya aturan yang jelas ke mahasiswa. Pihak kampus harus membuat peraturan peminjaman ruangan yang di dalamnya berisi biaya yang mesti dibebankan kepada mahasiswa ketika ingin menggunakan fasilitas. Nantinya itu disalurkan untuk upah lelah security dan cleaning service serta pemeliharaan fasilitas kampus.
Tapi pembuatan regulasi juga jangan seenaknya sendiri. Mahasiswa seringkali tidak dilibatkan dalam proses pembuatannya. Lagi-lagi mahasiswalah yang menerima buah dari kebijakan itu. Beruntung jika regulasinya matang, tapi jika mentah rasa asamlah yang didapat.