Oleh : Ima Khotimah
SUAKAONLINE.COM-Lima tahun yang lalu, Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) 2011 meninggalkan jejak kekosongan Dema selama dua periode. Penyebabnya pembahasan mengenai peralihan sistem pemerintahan mahasiswa dari Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) menjadi Student Goverment (SG) tak kunjung disepakati. Ketua Dema kala itu, Jatnika Sadili (2010-2011) lengser tanpa pengganti, peserta sidang Musema (Kemudian diganti menjadi KMU/Kongres Mahasiswa Universitas) luput membahas agenda penurunan dan pemilihan kembali ketua Dema.
Selama dua tahun Dema vacum, gonjang-ganjing mengenai peralihan sistem pemerintahan mahasiswa tak lagi terdengar kepermukaan. Hingga terpilih Fakhru Roji sebagai ketua Dema periode 2013-2014 dan Syarif Saepullah sebagai ketua Dema 2014-2015. Kepengurusan Fakhru dan Syarif dibebani penyelesaian polemik peralihan sistem pemerintahan mahasiswa, namun hingga keduanya lengser sistem tersebut tak juga berubah dan tidak menemukan titik temu yang pasti.
Pasca Sayrif turun Dema kembali dilanda kekosongan, Musema 2015 yang berubah nama menjadi Musyawarah Mahasiswa Univeristas (MMU) mengingatkan Musema era Jatnika, di mana peserta sidang menagih perubahan SK ketimbang memilih ketua Dema.
Saat ini, UIN SGD Bandung tengah mengalami masa transisi penggunaan sistem perundang-undangan organisasi kemahasiswaan dari SK Dirjen 2007 menuju SK Dirjen 2013 (Pendis No. 1741 Tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Intra). Tim perumus (ad-hoc) yang bertugas merumuskan turunan SK Dirjen 2013 sebenarnya telah dibentuk, beranggotakan 11 orang yang diketuai oleh Nawa Nur Arif selaku presidium I dalam forum MMU. Tim diberi amanat selama tiga bulan masa transisi untuk menuntaskan turunan POKI. Meski diberi waktu tiga bulan, dengan percaya diri Nawa memberikan batas waktu untuk mesyelesaikan turunan tersebut selama dua bulan.
Oktober lalu Nawa menyatakan bahwa ia bersama timnya hampir menyelesaikan persoalan SK, bahkan ia berani berujar bahwa Sema-U akan dibentuk pertengahan November. Tidak hanya itu, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab tersebut siap dikenakan sanksi jika kinerja tim ad hoc melebihi batas waktu yang telah ditetapkan, sanksi tersebut dikembalikan lagi pada forum sidang.
Memasuki tahun 2016 pengesahan turunan SK tak kunjung usai, baru sebatas sosialisasi yang telah dilaksanakan Desember lalu oleh Wakil Rektor III dan beberapa Wakil Dekan III. Padahal Nawa menjanjikan Sema dibentuk pertengahan November. Suaka mencoba mengkonfirmasi perihal keterlambatan tersebut kepada Nawa. Via surel Suaka mengajak bertemu, awalnya Nawa merespon, ketika dikatakan persoalan SK yang akan ditanyakan Nawa lenyap tak menjawab.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Muhtar Solihin angkat bicara terkait hal demikian. Menurutnya, harus ada pembenahan dalam berbagai tata aturan menyesuaikan dengan SK Dirjen 2013. “Perlu banyak pertimbangan untuk memutuskan sesuatu, termasuk dalam peng SK an kita proses, semuanya lancar hanya butuh waktu,” ujarnya saat ditemui Suaka di ruang kerjanya, Rabu (3/2).
Dalam proses tersebut, pihaknya sudah menyebar draft POKI 2013 ke 75 organisasi kemahasiswaan intra kampus untuk dimintai tanggapan. Namun upaya tersebut masih terbilang nihil, pihaknya merasa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikannya. “Bisa ditarik kesimpulan bahwa kita akan Meng-SK-kan POKI tersebut paling lambat 7 maret karena kami menunggu juga keputusan dari mahasiswa,” tegasnya, hal tersebut berarti pengesahan SK molor kurang lebih selama lima bulan.
Menyoal keterlambatan POKI yang tak kunjung di SK-kan ditanggapi oleh Habibie, mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat tersebut mempertanyakan ketegegasan dari Warek III untuk mengambil keputusan dan jalan tengah agar hal tersebut tidak terjadi lagi.
“Nanti salah lagi kalau kita memutuskan sendiri, jadinya serba salah, kalau ada yang komplain atau apa-apa jangan salahkan kami. Loh kurang kami apa,” tegas Muchtar.