SUAKAONLINE.COM- Aksi Kamisan UIN SGD Bandung kembali diorasikan untuk yang keenam kalinya. Sore itu, seperti biasa bertempat di Depan Gedung Rektorat UIN SGD Bandung, Kamis (1/3/2018) beberapa mahasiswa berpakaian warna hitam dan dilengkapi dengan payung bewarna hitam pula menyatakan kewaspadaannya terhadap kebangkitan Orde Baru.
Penanggung Jawab Aksi Kamisan UIN SGD Bandung, Bagus Pradisti menyatakan, Isu yang di orasikan baru-baru ini sedang hangat diperbincangkan. Seperti yang terdapat dalam salah satu pemberitaan Tempo terkait kebangkitan Keluarga Cendana atau antek-antek Soeharto dan Orde Baru. Maka, sudah seharusnya Mahasiswa UIN SGD Bandung melek terhadap pemberitaan ini dan menyatakan sikapnya.
“Kita lihat salah satu berita di Tempo mengatakan bahwa Keluarga Cendana akan maju ke Pemilihan Presiden 2019 dan membawa program-program orde baru dan menggeliatkan kembali roh orde baru. Kita harus menyatakan sikaplah,” ujar mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam semester enam ini.
Menurutnya ini perlu diwaspadai, karena ketika masa Orde Baru pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) merajela dan jutaan manusia dibantai dan pembantaian dilegalkan. Bagus menambahkan, perpolitikan Indonesia sedang diotak-atik saat ini maka perlu perlawanan dari mahasiswa sendiri. Jangan sampai demokrasi hari ini dipolitisasi yang mengarah kepada otorisasi ala Orde Baru dan pada akhirnya hanya terselenggara dalam ruang Pemilu saja.
“Dalam rangka menolak lupa dan menjaga ingatan bahwa Indonesia mempunyai sejarah kelam pada masa Orde Baru, dimana penindasan dan pembantaian merajalela. Maka Mahasiswa harus peduli dan menyelamatkan Indonesia dari roh Orde Baru” pungkasnya.
Tak hanya berorasi, spanduk-spanduk bertuliskan Orde Baru pun turun kejalanan diiringi dengan teriakan lantang masa Aksi Kamisan ‘Jangan diam! Lawan! Jokowi-JK! Hapus Imunitas!’. Beberapa puisi perlawanan dan kampanye kewaspadaan dikumandangkan.
Salah seorang peserta Aksi Kamisan yang juga merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Women Student Center (WSC), Vini Zulfa menyoroti kebobrokan Orde Baru pada sisi penindasan perempuan. Menurutnya, pada masa itu penindasan terhadap perempuan itu luar biasa, dan pada pada masa itu pula rezimnya menciptakan mitos-mitos bahwa perempuan tidak boleh melawan dan tidak bisa ikut serta dalam pergerakan revolusioner.
“Kan saya perempuan ya, jadi punya rasa empati ke perempuan. Terus ketika baca-baca buku itu penindasan orde baru kepada perempuan tuh gila banget sama militer-militernya. Apalagi memperkosa, membantai para Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Terus Orba juga menciptakan mitos-mitos perempuan itu tidak boleh melawan,” paparnya, Jumat (2/3/2018).
Ia pun berharap bahwa mahasiswa hari ini tidak begitu saja menerima informasi yang belum jelas dari media-media yang tidak jelas. Sehingga dikhawatirkan hanya akan melahirkan sikap yang tidak jelas dan tidak bisa menyelamatkan Indonesia dari roh Orde Baru yang penuh dengan derita kemanusiaan.
Reporter : Siti Ressa/Magang
Redaktur: Elsa Yulandri