Hukum dan Kriminal

Khawatir Bangkitkan Dwifungsi, Massa Aksi Tolak RUU TNI

Salah satu peserta aksi, Aldian Kholid menyampaikan puisinya saat aksi bertajuk “Tolak RUU TNI” di depan Taman Cikapayang, Kota Bandung, Selasa (18/3/2025). (Foto: Zahra Zakkiyah/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Gelombang keresahan masyarakat terus meningkat seiring dengan rencana pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat sipil turun menggelar aksi simbolik di Bandung, Selasa (18/3/2025) menolak RUU TNI yang dinilai dapat menghidupkan kembali dominasi militer dalam kehidupan sipil.

Dalam orasi salah seorang massa aksi, Ainul Mardiyah menanggapi bagaimana militer selama ini dijadikan alat politik untuk menekan masyarakat sipil sehingga jaminan ruang aman bagi masyarakat terancam. “Mahasiswa, buruh, petani, semua bisa dibungkam kapan saja. Bahkan, sekadar bernapas dan mengkritik pemerintah pun bisa membuat nyawa kita berada di ujung jari mereka,” tegasnya saat berorasi.

Pernyataan tersebut didukung oleh salah satu peserta aksi, Bobby yang bercerita dirinya pernah mengalami langsung tindakan tersebut dari oknum aparat. “Dulu saya membangun perpustakaan rakyat di Tamansari, tapi malah digusur oleh TNI, polisi, dan ormas. Belum juga RUU ini disahkan, mereka sudah bertindak semena-mena dan mengerikan.  Apalagi kalau nanti sudah disahkan?” ujarnya saat diwawancara, Selasa (18/3/2025).

Selain tanggapan serta aspirasi yang disampaikan, salah satu mahasiswa ITB, Aldian Khalid membacakan puisi yang mengutip sajak Sebatang Lisong karya W.S. Rendra. Dengan isi puisi yang menggambarkan ketidakadilan struktural yang terus menekan rakyat kecil, baginya puisi itu masih relevan dengan kondisi saat ini, di mana rakyat dipaksa diam di tengah kebijakan yang semakin menindas.

“Aku melihat protes-protes yang terpendam, terhimpit di bawah pilar kekuasaan. Aku berkata, tetapi pertanyaanku membentur meja-meja pejabat yang tuli. Apakah artinya kesenian bila terpisah dari derita lingkungan? Apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan?” kutipnya.

Khawatir Kembalinya Dwifungsi TNI yang Mengancam Demokrasi

Selain keresahan atas dampak yang sudah terjadi, aksi ini juga lahir dari kekhawatiran akan masa depan Indonesia jika RUU TNI benar-benar disahkan. Salah satu massa aksi, Putra Azzam (bukan nama sebenarnya), menilai bahwa pengesahan RUU TNI tidak hanya berbahaya bagi kebebasan sipil, tetapi juga dapat memperburuk kondisi sosial dan ekonomi rakyat.

Menurutnya, kekuatan militer yang tidak dikontrol akan membawa dampak sistemik dan memperparah ketimpangan yang terjadi. “Ketika militer masuk ke jabatan sipil, kita bisa lihat dampaknya; penggusuran makin marak, korupsi makin merajalela, dan rakyat semakin kehilangan haknya. Kalau ini dibiarkan, kita hanya akan melihat demokrasi dihancurkan secara perlahan,” tegasnya.

Serikat Mahasiswa Ganesha, Gena Rizky (bukan nama sebenarnya), menyampaikan bahwa pengesahan RUU TNI berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI seperti di masa Orde Baru. Ia menilai bahwa reformasi 1998 merupakan bentuk perjuangan dalam menolak dominasi militer dalam pemerintahan. Namun, dengan adanya RUU ini, kebijakan tersebut dinilai dapat membuka kembali peran militer di ranah sipil, yang sebelumnya telah dihapus dalam era reformasi.

Ia juga menitikberatkan bahwa keputusan yang menyangkut kepentingan rakyat harus dilakukan secara transparan, bukan di ruang tertutup yang sulit dijangkau masyarakat. “Militer masuk ke birokrasi, sementara 1,2 juta CPNS justru ditunda pelantikannya. Seharusnya negara dikelola oleh pemerintahan sipil, bukan dikuasai oleh militer,” tambahnya.

Perjuangan dan Harapan yang  Berlanjut

Koordinator aksi, Gena mengimbau kepada masyarakat luas agar tidak tinggal diam dan senantiasa turut dalam menyuarakan penolakan serta perlawanan terhadap RUU TNI. “Ini baru awal. Jika kita tidak melawan, kita hanya akan melihat sejarah berulang dan rakyat kembali ditindas oleh kekuasaan yang absolut,” tegasnya.

Hal ini senada dengan harapan yang disampaikan Bobby, ia mengharapkan pencabutan terhadap RUU TNI yang dinilai arogan bahkan sebelum disahkan. “Apalagi udah disahkan, nanti mati masyarakat sipil,” tutupnya.

Salah satu massa aksi dalam orasinya turut menyuarakan semangatnya. “Di balik kegelapan, ada semangat yang bangkit. Kita mungkin rapuh, tapi tak akan jatuh. Karena tanah ini masih menyimpan mimpi-mimpi besar dari orang-orang yang ingin masih bertarung,” serunya, disambut sorakan dukungan dari massa aksi.

 

Reporter: Farhah Sonia Qudsi/Magang

Redaktur: Mujahidah Aqilah/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas