TABLOID No. 4/ Tahun XXV/ Edisi Desember 2011
EDITORIAL
DPMUS, Antara Ada dan Tiada
Tujuh bulan lalu, tepatnya 21 Mei jajaran Dewan Mahasiswa (Dema) dan Senat sepakat mengganti forum Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) menjadi Kongres Mahasiswa Universitas (KMU). Proses yang panjang dan alot di KMU melahirkan beberapa keputusan diantaranya penolakan LPJ, pembuabaran Dewan Mahasiswa (Dema) serta pembentukan organisasi pengganti bernama DPMUS.
Pembubaran Dema rupanya berujung pada ketidakjelasan sistem pemerintahan. Faktanya, DPMUS belum legal karena tersandung masalah prosedural di birokrasi. Ironisnya, perjuangan penggantian sistem yang dilakukan para senator atas nama mahasiswa itu tidak banyak diketahui mahasiswa. sedikit mahasiswa yang tahu akan masalah ini. Selebihnya tidak tahu, bahkan tidak peduli.
DPMUS yang terbentuk untuk menyukseskan konsep Student Govement serta janji Pemilu Raya kemudian diragukan, mengingat kinerjanya yang mengecewakan di kepanitiaan OPAK. Panitia beralasan, bahwa penyebab acak-acakannya OPAK akibat mereka tidak memiliki cukup waktu utuk persiapan acara, mengingat DPMUS yang baru terbentuk. Jika begitu, buat apa ada uaya penggantian sistem jika pada akhirnya merugikan mahasiswa baru? Jika begitu, mahasiswa bukan hanya menjadi tumbal pembangunan, tapi juga menjadi korban dari perebutan kepentingan segolongan mahasiswa.
Berujung pada satu pertanyaan, siapa yang peduli nasih perpolitikan kampus, jika kepentingan sekelompok sudah bersembunyi dibalik jubah “Kepentingan Mahasiswa”. kalau begitu, bersiaplah menyambut tahun 2012 dengan sistem pemerintahan mahasiswa yang semrawut.
Jika awal tahun selalu dijadikan ajang penyusunan cita-cita dan menggantungkan harapan. Maka, harapan Suaka untuk kampus di awal tahun ini tidak terlalu muluk-muluk. Semoga kepengurusan rektor yang baru dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk kampus. teruntuk jajaran politikus xx1toto mahasiswa, jangan sampai tradisi literasi dan wacana berganti menjadi tradisi mahasiswa yang “suak uang” atau “suka bohong”.