Imbas Keterlambatan Pengesahan POKI
Sekelumit persoalan Sema-U dan Dema-U yang tak kunjung dibentuk, membuat organisasi kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) kekeuh menggunakan SK Dirjen 2013 meskipun POKI belum disahkan. Berbeda dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang masih merujuk pada peraturan kemahasiswaan lama yakni SK Dirjen 2007.
Untuk menemukan ketidakseragaman FISIP dan FDK ihwal penggunaan sistem organisasi kemahasiswaan, Suaka kemudian menemui Ketua Sema FISIP Raaf Syamjani untuk dimintai keterangan. Saat ditemui, Raaf enggan berbicara dan melimpahkan kepada Ketua Komisi A legislasi Sema FISIP. “Ke dia saja, saya jarang bisa berbicara banyak,” ungkapnya sambil menunjuk lelaki yang ada di sebelahnya, Rabu (3/2).
Muhamad Syahrul Fadli mengatakan bahwa FISIP seharusnya memakai SK Dirjen 2013 dikarenakan memiliki standar pemerintahan yang baik. “Keputusan kami disetujui oleh Dekan juga Wadek, karena ini secara aturan hukumnya sudah legitimasi. SK Dirjen 2013 sudah memiliki standar, jadi sudah memiliki 2 instusi ada eksekutif ada legislatif dan kedepannya ini baik jadi kami jalankan,” jelas Ketua Komisi A Sema FISIP itu. Ia beralasan bahwa undang-undang yang lama akan hangus dan mahasiswa senantiasa mengacu pada yang baru.
Sementara itu, Ketua Sema FDK, Asep Kurniawan mengeluhkan keterlambatan Peng-SK-an sehingga ia merasa kebingungan untuk menggunakan peraturan yang mana. Ia mengaku jabatan yang diemban saat ini menyalahi aturan. “Tapi kan dalam Muhima tersebut itu tidak memakai 2013. Saya dipilih secara aklamasi dan sudah di SK-kan sah sah saja. Kalau POKI sudah SK-kan kami akan bentuk Dema FDK segera,” tegasnya.
Serupa dengan FISIP, kini Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) pun menggunakan POKI yang belum disahkan. Namun ketidakseragaman pun muncul pada dua fakultas tersebut. FISIP yang terlebih dahulu membentuk Sema-F kemudian Dema-F. Sedangkan FTK membentuk Dema-F dahulu kemudian Sema-F, yang menurut POKI hal tersebut tidak dibenarkan.
Suaka mencoba menghubungi ketua Dema FTK terpilih, Malikul Primal Nurachim mengatakan bahwa alasan membentuk Dema-F diawal adalah tergantung filsafat negara yang digunakan. Ia menganalogikannya seperti pemilihan anggota DPR yang baru tetapi Wali Kotanya tetap sama.
“Di sini kita terapkan dan gunakan karena idealnya Dema-F dulu,” jelasnya saat ditemui Suaka di gedung Student Center lantai 3, Jumat (19/2). Malikul menambahkan bahwa dibentuknya Dema-F dahulu juga untuk menghindari terjadinya Vacum of Power dan stabilitas di FTK agar tidak terganggu.
Ketika disinggung bahwa FTK menyalahi aturan POKI 2013, Malikul membenarkan diri. Menurutnya, tidak ada bahasan membentuk Sema-F terlebih dahulu. “Tidak pernah saya membaca hal itu. Namun di sini pun kita melihat realita yang ada dari masyarakat itu banyak daerah-daerah yang membentuk bupatinya dahulu, jadi tidak harus Sema-F nya dulu, tidak harus legislatifnya dulu. Tapi ini sesuia dengan kebutuhan yang ada FTK,” kata mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam itu.
Padahal dalam POKI 2013 pasal 22 tentang Mekanisme Penetapan Pimpinan Dema-F disebutkan bahwa “Sema-F membentuk panitia pemilihan Musma (Musyawarah Mahasiswa) berdasarkan tata terbit pemilihan dan diusulkan ke pimpinan fakultas untuk ditetapkan”. Secara struktural jelas bahwa dalam tataran fakultas terlebih dahulu membentuk Sema-F. Namun, rupanya keberadaan Sema-F tak diutamakan oleh Malikul.
Malikul mengaku kebingungan saat menerima draft yang disebar oleh Warek III. Meski begitu, Sema FTK menurutnya akan segera dibentuk. “Jadi mungkin nanti dari Wadek III akan membentuk tim khusus untuk membentuk Sema-F tersebut, itu yang saya ketahui. Setelah ada tim khusus itu akan ada KPU dan pemilihan secepatnya untuk Sema-F sendiri,” tutupnya.